Ini adalah kisah lanjutan dari tragedi yang menimpa pemuja homoseksual di zaman Nabi Luth alaihissalam. Setelah sebelumnya kita sebutkan sebagian kisahnya pada tulisan yang pertama.
Kedatangan orang-orang dzalim ke rumah Nabi Luth Alaihissalam.
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“Dan datanglah penduduk kota itu (ke rumah Luth) dengan gembira (karena) kedatangan tamu-tamu itu” [QS. Al Hijr: 67].
Sebelumnya telah terdengar dari mulut ke mulut bahwa di rumah Nabi Luth alaihi salam ada beberapa pemuda berwajah tampan. Merekapun sangat senang karena di rumah tersebut ada mangsa untuk melampiaskan hawa nafsu mereka.
Pengungkapan dan penggambaran al Qur’an itu menunjukkan puncak kekejian, kejelekan, serta keburukan yang telah menguasai kaum Nabi Luth. Sungguh mereka telah mencapai puncak kekotoran, kejahatan, dosa, keganjilan, dan kelainan. Hal ini terungkap dari pandangan para penduduk kota tersebut yang datang secara berkelompok-kelompok bersuka cita dan bergembira siap mendatangi para pemuda dengan terang-terangan.
Terang-terangan Melakukan Maksiat
Sikap terang-terangan dalam mencapai puncak kemungkaran merupakan hal yang sangat keji dan kotor. Di mana akalpun hampir tak percaya dengan kejadian itu, jikalau kejadian tersebut tidak bisa dibuktikan.
Memang ada orang yang sakit lalu ingin berbuat kelainan dan keanehan. Namun ia akan berusaha menutup-nutupi atau menyembunyikan kekejiannya. Dia akan berusaha menikmati kekejian tersebut dengan sembunyi-sembunyi. Dia akan merasa takut bila diketahui oleh orang lain, karena sesungguhnya fitrah yang masih suci dan lurus akan berusaha menyembunyikan kenikmatan jika itu tidak diinginkan oleh tabiat dan syariat. Bahkan sebagian hewan pun tidak akan melakukan perbuatan tersebut. Berbeda halnya dengan kaum Nabi Luth, mereka melakukannya terang-terangan dan dilakukan bersama-sama, bahkan mereka sangat bergembira dengan hal itu. Sungguh kondisi ini sangat ironi yaitu sebuah kondisi yang bertolak belakang dengan fitrah dan kewajaran. Dimana tidak ada seorang makhluk pun yang menyamai kondisi seperti ini.
Rasa Demam Pada Pengidap Penyakit Homoseksual
Allah ta’ala berfirman,
“Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas…”[QS. Hud: 78]
Nabi Luth alaihis salam melihat sesuatu yang mirip dengan demam pada badan orang-orang yang tergopoh-gopoh datang ke rumahnya. Mereka mengancam diri Nabi Luth alaihisalam dengan ancaman kepada tamu dan anak-anak perempuannya, Allah ta’ala berfirman,
“Dan sesungguhnya dia (Luth) telah memperingatkan mereka akan azab-azab Kami, maka mereka mendustakan ancaman-ancaman itu. Dan sesungguhnya mereka telah membujuknya (agar menyerahkan) tamunya (kepada mereka), lalu Kami butakan mata mereka, maka rasakanlah azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku” [QS. Al Qamar: 36-37].
Tindakan kejahatan dan sikap gegabah mereka telah mencapai puncaknya. Hal itu mendorong mereka memaksa Nabi Luth alaihi salam untuk menyerahkan tamunya yaitu para malaikat yang disangka pemuda tampan nan rupawan. Api gejolak syahwat mereka menyala-nyala, nafsu mereka semakin berkobar, nafsu aneh dan ganjil, syahwat keji lagi kotor, ingin dilampiaskan kepada para tamu Nabi Luth alaihi salam.
Tak Ada Malu Lagi..
Tanpa merasa risih dan segan mereka telah menurunkan kehormatan nabi mereka yang telah memperingatkan mereka akan hukuman maupun balasan dari perbuatan ganjil, aneh, lagi keji, dan menjijikkan ini. Nabi Luth alaihi salam berusaha membangkitkan fitrah suci lagi lurus mereka. Beliau mengarahkan mereka kepada lawan jenis lain yang memang Allah Subhanahu Wa Ta’ala ciptakan untuk mereka,
“Luth berkata: “Hai kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka lebih suci bagimu” [QS. Hud: 78]
Beliau membimbing mereka agar suka dan cinta terhadap para wanita. Para wanita itu adalah putri-putri beliau secara syar’i, karena kedudukan seorang nabi bagi umatnya seperti seorang ayah terhadap anak-anaknya. Demikian keterangan yang dibawakan oleh Mujahid, Sa’id Bin jubair, Ar Rabi bin Anas, dan Muhammad bin Ishaq. Dan pendapat inilah yang kami pilih.
Kenapa Bukan Wanita ?
Para wanita itu lebih suci dari segala sisi, baik dari sisi jiwa maupun fisik. Para wanita yang sesuai dengan fitrah yang suci dan bersih. Mereka memiliki kebersihan dan kesucian. Kesucian fitrah, kesucian akhlak, hingga kesucian agama. Para wanita itu juga suci secara fisik yaitu ketika Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjadikan mereka dengan takdirnya sebagai seorang wanita tumbuh di dalam rumahnya. Demikian pula Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah jadikan mereka suci lagi bersih. Nabi Luth mengatakan:
“Maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini” [QS. Hud: 78]
Beliau mengucapkan kalimat ini dalam rangka memancing kejantanan dan keberanian mereka. Juga dalam memancing adat kebiasaan Badui mereka yang selalu memuliakan tamu. Beliau juga membangkitkan keberanian manusiawi di dalam diri mereka.
Sementara itu Nabi Luth alaihi salam mengetahui bahwa jiwa-jiwa yang telah terbalik dan tertutup tidak akan menganggap perkara tersebut sebagai suatu keberanian dan kejantanan tidak pula menganggapnya sebagai perasaan manusiawi yang bisa dibangkitkan lagi. Akan tetapi walaupun susah dan sulitnya hal tersebut Nabi Luth alaihissalam tetap berusaha semampunya. Kemudian beliau mengatakan lagi,
“Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?” [QS. Hud: 78].
Kok Nabi Luth Yang Salah ?
Dan sebagai ganti dari berkobar dan bergejolaknya syahwat mereka yang merendahkan kehormatan dan menghilang rasa malu itu, merekapun membual dan membanggakan diri lalu mereka menyalahkan Nabi Luth alaihi salam yang telah menerima tamu dari laki-laki yang tampan rupawan. Seolah-olah Nabi Luth lah yang bersalah. Seolah beliau menurut mereka telah menyebabkan terjadinya perbuatan dosa lagi jahat tersebut. Menurut mereka Luth alaihissalam telah menggelincirkan mereka ke dalam perbuatan keji itu. Padahal mereka sendiri telah memiliki nafsu membara yang tidak mampu mereka kuasai. Ini sama dengan bualan sebagian tokoh yang membela LGBT, dan menyalahkan orang yang memperingatkan mereka dengan ayat-ayat Allah. Sungguh sejarah yang berulang…
“Mereka berkata: “Dan bukankah kami telah melarangmu dari (melindungi) siapa saja?” [QS. Al Hijr: 70]
“Mereka berkata: “Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap puteri-puterimu; dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki“. [QS. Hud: 79]
Ucapan mereka ini adalah isyarat keji untuk perbuatan keji. Nabi Luth alaihi salam pun menyerah. Beliau merasa lemah dan tidak mampu untuk mencegah kaumnya. Beliau hanya seorang diri di hadapan kaumnya. Nabi Luth Alaihissalam jauh dari pengikutnya. Beliau adalah orang asing di sana dan beliau telah meninggalkan daerah asalnya. Kini beliau berada di tengah kaum yang beliau tidak memiliki keluarga yang bisa melindungi dirinya.
“Luth berkata: “Seandainya aku ada mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan)“[QS. Hud: 80]
Situasipun Semakin Genting
Di dalam kesulitan dan situasi genting itu, Nabi Luth alaihi salam merasa tidak memiliki apapun dan tidak pula siapapun untuk berlindung kepada keluarga yang kuat. Di saat seperti itu Allah Dzat yang tidak pernah membiarkan para wali Nya seorang diri menenangkan dan meneguhkan Luth. Hal ini sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam,
“Rahmat dan kasih sayang Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah dicurahkan kepada Nabi Luth sungguh ketika itu Nabi Luth telah berlindung kepada keluarga yang begitu kuat“
Nantikan kelanjutan kisah ini pada bagian ketiga -insya Allah-
_________
*Diterjemahkan dan diringkas dari kitab: 100 Qishshah Min Nihayatidz Dzalimin dengan sedikit tambahan keterangan.