Islam agama yang sempurna dan paripurna. Semua perkara dan seluk beluk kehidupan ada pembahasannya dalam Islam. Mulai dari yang kecil hingga yang besar. Mulai dari cara makan hingga bagaimana memperoleh makanan yang halal. Termasuk perkara yang dibahas dalam Islam adalah aturan istinja’ atau membersihkan diri dari buang hajat. Dahulu ada orang Musyrik mendatangi sahabat Salman al Farisi radhiyallahu ‘anhu lalu bertanya kepada beliau. Orang Musyrik itu berkata: “Sungguh Nabi kalian telah mengajarkan kepada kalian segala sesuatu hingga permasalahan buang hajat. Apa ini benar ?
Salman radhiyallahu ‘anhu pun berkata,
“Benar Nabi kami telah mengajarkan kepada kami segala sesuatu hingga masalah buang hajat ! Beliau melarang kami menghadap ke Qiblat ketika buang air besar atau buang air kecil. Beliau juga melarang Istinja’ dengan menggunakan tangan kanan. Demikian pula beliau melarang Istijmar (istinja dengan menggunakan batu) kurang dari 3 batu. Lalu beliau juga melarang Istinja dengan menggunakan kotoran yang mengering dan tulang” (HR. Muslim nomor 262, Abu Dawud nomor 7, Tirmidzi nomor 16, An Nasai nomor 41, 49 dan yang lainnya)
Makna Istinja’
Yang dimaksud dengan Istinja’ adalah menghilangkan kotoran yang keluar dari qubul dan dubur setelah buang hajat dengan menggunakan air atau batu dan yang memiliki sifat seperti batu.
Sebagian ulama ahli fikih membedakan antara Istinja’ dan Istijmar. Menurut mereka jika Istinja’ menggunakan air dan Istijmar membersihkan kotoran yang keluar dengan menggunakan batu.
Adab-Adab Istinja’
Dari hadits yang kita sebutkan diatas dan juga hadits-hadits shahih yang lainnya maka kita bisa mengambil beberapa adab dalam Istinja’ diantaranya:
Adab Pertama
Tidak Istinja’ dengan tangan kanan.
Istinja’ itu menghilangkan kotoran dari qubul dan dubur. Sehingga Nabi r melarang kita menggunakan tangan kanan ketika Istinja’. Karena tangan kanan digunakan untuk makan dan memegang sesuatu yang bersih.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Jika salah seorang kalian buang air kecil, maka janganlah ia memegang kemaluannya dengan tangan kanan, jangan pula Istinja’ dengan tangan kanannya” (HR. Bukhari nomor 159 dan Muslim nomor 267)
Hadits ini menunjukkan larangan Istinja dengan tangan kanan.
Adab Kedua
Tidak menyentuh kemaluan dengan tangan kanan sebagaimana disebutkan dalam hadits diatas.
Adab Ketiga
Menggosokkan tangan ke tanah setelah Istinja’ atau mencucinya dengan menggunakan sabun. Hal ini berdasarkan riwayat dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu beliau berkata: “Apabila Nabi mendatangi tempat buang hajat, maka aku membawakan air di dalam ember. Lalu beliau beristinja’ dan mengusap tangan beliau ke tanah” (Al Misykah nomor 360). Inilah dalil disunnahkannya hal tersebut. Selain menggosokkan tangan ke tanah, bisa juga diganti dengan sabun karena keduanya memiliki sifat yang sama yaitu membersihkan tangan yang kotor.
Adab Keempat
Menutup diri dari pandangan orang terlebih lagi ketika buang hajat di tempat terbuka. Ini berdasar sebuah hadits dari Jabir radhiyallahu ‘anhu ia berkata: “Kami pernah keluar bersama Rasulullah r dalam satu perjalanan dan Nabi r tidak mendatangi tempat buang hajat hingga beliau menjauh dan tidak dilihat oleh orang” (HR. Abu Dawud nomor 2, Ibnu Majah nomor 335 dan ini adalah lafadz Ibnu Majah)
Adab Kelima
Tidak membawa sesuatu yang di dalamnya ada nama Allah. Seperti al Qur’an, benda-benda yang tertulis lafadz Allah, dan lain-lain. Karena ini merupakan bentuk mengagungkan simbol-simbol agama Islam. Allah Y berfirman: “Barangsiapa yang mengagungkan syiar Allah, maka itu tanda ketaqwaan di dalam hati” (QS. Al Hajj: 32).
Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah r apabila masuk kamar kecil, maka beliau meletakkan cincinnya”. Sayang hadits ini dilemahkan oleh para ulama ahli hadits. Namun dari perkara yang kita ketahui bersama bahwa cincin Rasulullah r yang beliau gunakan juga sebagai stempel tertulis kalimat “Muhammad Rasulullah (مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ). Artinya ada lafadz Allah. Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah mengatakan: “Jika ia memang terpaksa membawanya masuk toilet, maka bisa ia genggam” demikian pula jika ia kwatir barang yang tertulis lafadz Allah tadi hilang atau diambil orang, maka boleh ia bawa masuk karena darurat atau terpaksa. Tentunya lebih afdhal jika ia masukkan di kantong atau ia bungkus dengan sapu tangan atau yang lainnya. Bahkan bisa juga boleh dimasukkan ke dalam tas.
Adab Keenam
Adab selanjutnya dari adab-adab buang hajat adalah membaca Basmalah dan Isti’adzah ketika masuk kamar toilet. Bacaan Basmalah dan Isti’adzah dibaca di luar toilet sebelum masuk. Karena dua bacaan tersebut termasuk dzikir dan syiar Islam sehingga tidak boleh dibaca di tempat yang kotor sebagaimana yang telah kita sebutkan di poin sebelumnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Tirai yang membatasi antara jin dan aurat anak Adam adalah jika salah satu dari mereka masuk toilet, maka hendaknya mengucapkan “Bismillah” (HR. Timidzi dan Ibnu Majah)
Artinya jika kita membaca bismillah sebelum masuk ke toilet, maka Allah akan menutup aurat kita dari pandangan jin.
Kemudian dalam riwayat lain dijelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam jika ingin masuk toilet, maka beliau membaca do’a,
“Ya Allah sungguh aku berlindung kepadaMu dari jin laki-laki dan jin perempuan” (HR. Bukhari nomor 142 dan Muslim nomor 375)
Inilah yang disebut dengan isti’adzah, yaitu meminta perlindungan kepada Allah. Dan dari hadits diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Isti’adzah termasuk sunnah Rasulullah.
Adab Ketujuh
Mendahulukan kaki kiri ketika masuk toilet dan mendahulukan kaki kanan ketika keluar.
Adab ini kadang dilupakan oleh kaum muslimin, padahal ini adalah adab buang hajat yang paling mudah. Namun ketika sesuatu yang mudah tidak dibiasakan, maka sesuatu itu akan mudah terlupa. Dalam hadits sebenarnya tidak adak lafadz yang tersurat (jelas) yang menerangkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam jika ingin masuk toilet mendahulukan kaki kiri dan keluar mendahulukan kaki kanan. Namun kata Imam asy Syaukani dalam kitabnya as Sailul Jarar jilid 1 halaman 64,
“Mendahulukan kaki kiri ketika masuk toilet dan mendahulukan yang kanan ketika keluar memiliki sisi (keselarasan) dengan syari’at. Karena ada syariat menggunakan yang kanan pada perkara yang mulia dan menggunakan yang kiri pada perkara yang kurang mulia. Dimana secara umum ini ada dalam syari’at”.
Adab kedelapan: Tidak menghadap atau membelakangi kiblat ketika buang hajat. Walaupun sebenarnya masalah ini ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama.
- Ada yang berpendapat tidak boleh menghadap dan membelakangi kiblat secara mutlaq baik di ruang tertutup seperti wc atau di ruang terbuka seperti kebun.
- Ada juga diantara ulama yang berpendapat tidak boleh menghadap atau membelakangi kiblat di ruang terbuka, adapun di ruang tertutup boleh.
- Ulama juga ada yang berpendapat bolehnya membelakangi kiblat namun tidak boleh mengadap kiblat ketika buang hajat.
- Yang terakhir ada yang mengatakan bolehnya menghadap dan membelakanginya di ruang tertutup atau terbuka.
Dari 4 pendapat para ulama yang paling kuat dan lebih hati-hati adalah pendapat pertama. Ini berdasarkan hadits dari Abu Ayyub al Anshariy radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda,
“Jika kalian hendak buang hajat, maka janganlah kalian menghadap kiblat jangan pula membelakanginya, akan tetapi hendaklah kalian menghadap ke Timur atau menghadap ke Barat”.
Berkata Abu Ayyub: “Lalu kami memasuki kota Syam dan kami mendapati toilet-toilet di sana dibangun menghadap Ka’bah. Kamipun menggeser arah duduk menghindari arah Ka’bah lalu kami beristighfar kepada Allah” (HR. Muslim nomor 281 dan An Nasa’i (1/34)
Adab Kesembilan
Tidak berbicara di dalam toilet kecuali karena ada keperluan. Ini adab yang penting kita perhatikan. Karena kadang sebagian orang bercakap-cakap dengan temannya padahal dia sedang buang hajat. Ini pemandangan yang kurang layak dilakukan oleh seorang yang buang hajat. Diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma beliau berkisah: “Ada seseorang melewati Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau sedang buang air kecil. Orang itu mengucapkan salam kepada beliau, namun Nabi tidak menjawabnya” (HR. Muslim nomor 370, Abu dawud nomor 16, Tirmidzi, an Nasa’i 1/15, dan Ibnu Majah nomor 353)
Manjawab salam hukumnya wajib. Ketika Nabi tidak mejawabnya menunjukkan bahwa berbicara ketika buang hajat perkara yang diharamkan. Akan tetapi jika seseorang harus berbicara dan tidak bisa ditinggalkan, maka ini diperbolehkan karena darurat. Seperti menyuruh seseorang manjalankan air karena air habis dan lain-lain. Wallahu a’lam.
Adab Kesepuluh
Tidak buang hajat di di jalan yang biasa dilalui orang atau di tempat yang biasa digunakan untuk berteduh. Sebagaiman disebutkan dalam hadits Abu Huarairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ”Takutlah kalian dari dua tempat yang melaknat”. Para sahabat bertanya: “Apa dua tempat yang menglaknat wahai Rasulullah ?. Beliau bersabda: “Orang yang buang hajat di jalan tempat lewat orang atau buang hajat di tempat yang digunakan orang untuk berteduh” (HR. Muslim nomor 68 dan Abu Dawud nomor 25)
Ini perkara yang sangat jelas dan ada di sekitar kita. Coba anda bayangkan jika ada orang lewat di jalan atau berteduh di tempat berteduh lalu menginjak atau mencium bau yang kurang sedap dari kotoran buang hajat seseorang, bukankah dia akan melaknat dan mendo’akan jelek kepada orang yang telah buang hajat di tempat tersebut ?
Adab Kesebelas
Menjauhi kencing di tempat yang biasa digunakan untuk pemandian umum. Khususnya jika tempat mandi yang airnya tertampung di kolam yang besar. Karena Nabi melarang seseorang kencing di tempat air yang digunakan mandi (HR. anNasa’i 1/130 dan Abu Dawud nomor 28)
Adab Keduabelas
Tidak buang air kecil di air tergenang. Ini karena adanya larangan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (281) dan an Nasa’i (1/34).
Adab Ketigabelas
Mencari tempat yang tidak mengakibatkan terperciknya air kencing. Bisa duduk dan bisa berdiri tergantung tempat ia kencing dan ia lebih mudah menjaga agar air kencingnya tidak terpercik mengenai baju atau kainnya.
Adab Keempatbelas
Membaca do’a ketika keluar dari toilet. Do’a yang biasa nabi baca adalah «غُفْرَانَكَ» “Ghufranak”. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha beliau berkata
Nabi jika keluar dari kamar kecil membaca do’a «غُفْرَانَكَ» Ya Allah aku memohon ampun kepadaMu” (HR. Tirmidzi nomor 7, Abu Dawud nomor 30, Ahmad 6/155)
Demikian beberapa adab-adab buang hajat semoga Allah mudahkan kita untuk mengikuti sunnah RasulNya shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sumber: Kitab Shahih Fiqh as Sunnah
______
Selesai di kantor Madrosah Sunnah Makassar pada 21 Oktober 2017 | Diterjemah dengan sedikit tambahan dari Bambang Abu Ubaidillah al atsariy