Alangkah indah gambaran kehidupan orang-orang terdahulu dari kalangan salafush shalih. Dalam kehidupan mereka ada pelajaran bagi mereka yang mau mengambil pelajaran. Termasuk dalam ucapan-ucapan mereka yang indah. Diantara ucapan indah para salaf adalah ucapan Ayyub as Sikhtiyaniy rahimahullahtentang ikhlas dan kejujuran dalam sikap zuhud.
Dalam kitab Aina Nahnu Min Akhlaq as Salaf disebutakan , berkata Adz Dzahabiy telah menceritakan kepada kami Ahmad ia berkata telah menceritakan kepada kami Hammad[1] dari Ayyub ia berkata:
“Aku mendapati manusia di sini dan mereka berucap: “Jika telah ditaqdirkan dan ditentukan qadhanya. Dan beliau berkata: “Hendaklah seseorang bertaqwa kepada Allah, jika ia zuhud, maka janganlah ia menjadikan zuhudnya sebagai adzab bagi manusia. Jikalau orang itu menyembunyikan zuhudnya tentu itu lebih baik daripada ia menampakkannya” (Siyar A’lam an Nubala’: 6/199)
Siapa Ayyub as Sikhtiyaniy ?
Imam Ayyub as Sikhtiyaniy Abu Bakr bin Abi Tamimah Kaisan al ‘Anaziy yang meninggal tahun 131 H seorang Tabi’in terkemuka murid dari Imam Nafi’. Beliau berasal dari Bashrah dan pernah bertemu dengan Anas bin Malik sahabat Nabi Muhammad. Beliau lahir di tahun meninggalnya Abdullah bin Abbas dan meninggal pada saat wabah di Bashrah[2].
Imam Adz Dzahabi meyebutkan dalam Siyar A’lam an Nubala’ bahwa Ayyub as Sikhtiyani adalah diantara orang yang selalu menyembunyikan Zuhudnya. Suatu hari ia berada di atas ranjang berwarna merah maka sebagian sahabat beliau mengangkat ranjang itu, ternyata disitu ada lubang jahitan yang berisi rumput kering.[3]
Beberapa Definisi Zuhud Menurut Para Ulama
Disebutkan dalam kitab Hakadza Kana ash Shalihun halaman 46[4]
“Zuhud adalah melihat dunia dengan pandangan bahwa dunia akan hilang, sehingga nampak dunia itu kecil di matamu dan engkau dimudahkan untuk berpaling darinya”.
Berkata Sufyan ats Tsauri rahimahullah,
“Zuhud di dunia itu tidak panjang angan-angan dan bukan sekedar ditunjukkan dengan makan makanan yang kasar atau dengan memakai pakaian kusut”
Berkata Sufyan Ibnu Uyainah rahimahullah
“Zuhud di dunia adalah kesabaran dan waspada dengan kematian”
Berkata al Hasan al Bashri rahimahullah,
“Zuhud terhadap dunia bukan dengan cara mengharamkan yang halal dan tidak punya perhatian kepada harta. Tapi dengan cara engkau lebih percaya dengan apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tanganmu”
Berkata Ibrahim bin Adham rahimahullah,
“Zuhud itu mengosongkan hati terhadap dunia dan bukan mengosongkan tangan dari dunia”
Berkata sebagian ulama salaf,
“Zuhud itu memalingkan harapan dari sesuatu kepada sesuatu yang lebih baik, yaitu meninggalkan santai-santai di dunia demi meraih istirahat di akhirat dan hatimu kosong dari apa yang tidak didapatkan oleh kedua tanganmu”
Berkata Abu Sulaiman ad Daraniy rahimahullah,
“Zuhud itu meninggalkan apa yang melalaikan dari Allah” (Kitab Fashlul Khithab Fi az Zuhd Wa ar Raqa’iq wa al Adab, jilid 5 halaman 454 dengan penomoran Maktabah Syamilah)
Zuhud Tapi Kaya. Bisa ?
Berkata Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah:
Zuhud itu tidak terlalu gembira jika dunia mendatanginya dan tidak bersedih jika dunia meninggalkannya. Beliau Imam Ahmad pernah ditanya tentang seseorang yang memiliki 1000 dinar uang emas, apakah orang itu bisa disebut sebagai orang zuhud ? Beliau rahimahullah berkata:
“Iya dia orang zuhud dengan syarat tidak terlalu gembira dengan bertambahnya hartanya dan tidak terlalu sedih (kepikiran) dengan berkurangnya harta tersebut” (Hakadza Kana ash Shalihun: 46)
Allah subhanahu wata’ala berfirman,
“Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal” (QS. al A’la: 16-17)
Berkata Syeikh Abdurrahman ‘alaihissalam Si’di rahimahullah: “Maksud ayat ini yaitu mereka lebih mengedepankan dunia daripada akhirat dan lebih memilih kenikmatan dunia yang tidak pasti, suram, dan pasti hilang daripada kehidupan akhirat. Apa yang ada di akhirat lebih baik dari dunia pada setiap perkara yang ia inginkan, juga lebih kekal karena akhirat negeri yang kekal sedangkan dunia negeri yang pasti musnah. Orang beriman yang berakal tidak akan memilih yang rendah dan meninggalkan yang lebih baik. Tidak pula membeli kenikmatan sesaat dengan kenikmatan abadi. Lebih mengutamakan kehidupan dunia daripada akhirat adalah pokok segala dosa kesalahan” (Tafsir Karim ar Rahman)
Hakikat Zuhud
Zuhud itu bukan miskin, bukan pula meninggalkan perkara dunia. Tapi zuhud itu tidak menjadikan harta ada di hatimu walapun harta itu berada di tanganmu. Ini menepis anggapan sebagian orang yang melihat orang kaya tida bisa zuhud atau zuhud berarti harus miskin. Sebagaimana kita lihat ucapan Imam Ahmadbahwa orang yang punya uang 1000 dinar masih bisa dikatakn sebagai orang yang zuhud dengan syarat hartanya tidak berpengaruh pada hatinya.
Cara Meraih Sifat Zuhud
Zuhud itu perangai dan akhlaq Islam yang bisa dilatih. Walau tidak semua orang mampu memilikinya. Sebab zuhud ini butuh kesabaran untuk mengalahkan hawa nafsu yang luar biasa beratnya keculai bagi mereka yang Allah mudahkan.
Diantara cara melatih zuhud adalah,
- Lebih percaya dengan apa yang ada di sisi Allah daripada apa yang ada di tangannya. Sikap ini akan menumbuhkan keyakinan yang benar dan kuat kepada Allah bahwa Dialah yang menjamin rizki hamba-hambaNya dan bukan harta atau yang lain. Hingga ketika harta atau dunianya hilang, ia tidak kahilangan disebabkan sumber rizkinya ada dan selalu ada. Allah berfirman,
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh al mahfuzh)” (QS. Hud: 6)
- Jika ada musibah yang menimpa seorang hamba dengan hilanganya harta, anak, rumah, dan lainnya maka di berharap pada yang hilang itu ada pahala yang kekal. Ini akan menumbuhkan sikap sama terhadap orang yang memujinya atau mencelanya ketika ia melakukan yang benar. Ini tanda zuhud terhadap dunia dan menganggap dunia itu rendah, serta kecil nilainya di sisinya. Karena jika ia mengagungkan dunia maka ia akan senang jika dipuji dan benci jika dicela. Dan ini membawa kepada sikap mengorbankan kebenaran karena takut dicela dan melakukan kebatilan karena ingin dipuji. Siapa yang dalam pandangannya sama antara pujian dan celaan ketika ia melakukan yang benar, maka ini menunjukkan gugurnya kedudukan makhluk dalam hatinya dan penuhnya hati dengan cinta kepada Allah dan lebih memilih ridha dari Rabbnya.
Zuhud Itu Istirahat
Sebagian ulama salaf mengatakan bahwa zuhud di dunia akan membuat hati dan badan beristirahat dan teropsesi dengan dunia akan memperbayak kegundahan dan kesedihan. Tidak akan berkumpul di dalam hati antara cinta kepada Allah dan cinta kepada selainnya. Pasti ada diantara kedua cinta itu yang diutamakan dan diprioritaskan. Maka orang yang zuhud memprioritaskan cinta kepada Allah sebagai dasar setiap perbuatannya. Mengapa karena dunia itu menyiksa, untuk apa diprioritaskan?
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu ditanya: “Apa itu dunia ?”.
Beliau berkata: “Aku jawab panjang atau pendek ?” Orang itu berkata: “anda jawab yang ringkas saja”. Ali radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Dunia itu halanya hisab dan haramnya adzab” (Hakadza Kana ash Shalihun: 46)
Demikianlah dunia jiak kita beramal yang halal akan ada pertanggung jawaban dari Allah pada hari kiamat, namun jika kita melakukan yang haram akan ada adzab di hari kemudian.
Buah Manfaat Dari Sifat Zuhud
Zuhud yang ada pada seseorang akan memberikan buah yang yang indah semerbak. Diantaranya:
- Motivasi untuk bertemu dengan Allah.
- Tidak bergantung dan merendahkan diri kepada dunia.
- Menjaga seorang muslim dari fitnah kepemimpinan dan kedudukan
- Menjaga seorang muslim dari perbuatan riya dan sum’ah (pamer) yang menghalanginya untuk berdzikir kepada Allah dan shalat.
- Melindungi seorang muslim dari fitnah wanita.
Selain masalah zuhud dalam ucapan Ayyub as Sikhtiyaniy di atas ada isyarat untuk ikhlas dan menjauhi riya dan sum’ah. Karena terkadang kita zuhud tapi menharap pujian manusia. Bahkan terkadang zuhud kita merepotkan orang banyak. Sehingga banyak orang kasihan kepada kita dan mereka selalu memikirkan kita karena melihat kita dalam kesusahan. Maka jangan engkau zuhud dengan memperlihatkan kesusahanmu kepada orang lain yang membuat engkau terjerumus ke dalam riya.
Bambang Abu Ubaidillah al Atsari
02 Rabiul Akhir 1442 / 18 Nopember 2020
[1] Hammad bin Salamah atau Hammad bin Zaid
[2] Wabah ini dinamakan Muslim bin Qutaibah, karena dia adalah orang pertama yang wafat karena wabah ini. Wabah ini adalah virus yang menyebar pada masyarakat di Era Bani Umayyah pada tahun 131 H/748 M. Wabah ini melanda Kota Basrah selama tiga bulan. Dimulai dari bulan Rajab dan memuncak di bulan Ramadhan. Sampai-sampai dalam satu hari seribu lebih orang meninggal karenanya (Badzlul Ma’un fi Fadhlit Thaun karya al-Hafizh Ibnu Hajar. Tahqiq: Ahmad Isham Abdul Qadir al-Katib. Darul Ashimah, Riyadh. Hal: 363).
Abu al-Mahasin Yusuf Ibnu Taghribirdi mengatakan, “Pada tahun 131 H, terjadi wabah Thaun yang dahsyat. Membinasakan sejumlah besar makhluk. Sampai-sampai satu hari 7000 orang meninggal karenanya. Wabah ini dinamakan dengan Thaun Aslam bin Qutaibah (An Nujum az Zahirah fi Muluk Mishr wa al Qahirah karya Ibnu Taghribirdi: 1/369).
[3] Siyar a’lam an Nubala’: 6/199
[4] Tulisan Abu Abdil Malik Khalid bin Abdurrahman dengan penomeran maktabah Syamilah.