Ada satu hal dalam keluarga yang sangat penting dan sangat dibutuhkan. Sesuatu yang akan menguatkan biduk keluarga muslim. Jika sesuatu ini hilang, maka bisa menimbulkan prahara dan kegoncangan dalam keluarga.
Sesuatu itu adalah setia kepada pasangan. Kesetiaan seorang istri kepada suaminya demikian pula kesetiaan suami kepada istrinya. Ada kisah menarik yang bisa kita jadikan acuan untuk belajar ‘setia’ kepada pasangan, yaitu kisah antara Khadijah dan Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.
Setia menemani dan menyelimuti Nabi
Khodijah memiliki peranan yang sangat besar dalam membantu suaminya Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Dikisahkan ketika Nabi pulang ke rumah dalam keadaan takut dan gemetar karena melihat Jibril dalam wujud aslinya yang memiliki 600 sayap setelah beliau menerima wahyu dari Allah subhanahu wa ta’ala rasulpun Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda kepada keluarganya,
selimuti aku…selimuti aku…
Setelah hilang rasa cemas, Rasul pun menceritakan tentang apa yang dialami di Gua Hira. Tentang pertemuannya dengan malaikat Jibril dan tentang perintah Malaikat Jibril agar dia membaca, padahal dia tidak bisa membaca. Khodijah pun mulai menenangkan suaminya dengan bijak. Khadijah berkata kepada Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam,
“Demi Allah, Allah tidak akan mencelakakanmu selamanya, karena engkau adalah orang yang menyambung silaturrahim, membantu semua orang, mencukupi orang yang tidak berada, memuliakan tamu, dan membantu orang yang menuntut haknya”
Setia Mengantar Nabi Bertemu Waroqoh
Khadijah kemudian mengajak Beliau untuk bertemu dengan Waroqoh bin Naufal bin Asad bin Abdul ‘Uzza, putra paman Khadijah, yang beragama Nasrani di masa Jahiliyyah, dia juga menulis buku dalam bahasa Ibrani, juga menulis Kitab Injil dalam Bahasa Ibrani dengan izin Allah. Saat itu Waroqoh sudah tua dan matanya buta. Khadijah berkata: “Wahai putra pamanku, dengarkanlah apa yang akan disampaikan oleh putra saudaramu ini”. Waroqoh berkata: “Wahai putra saudaraku, apa yang sudah kamu alami?”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menuturkan peristiwa yang dialaminya. Waroqoh berkata: “Ini adalah Namus, seperti yang pernah Allah turunkan kepada Musa. Duhai seandainya aku masih muda dan aku masih hidup saat kamu nanti diusir oleh kaummu”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya: “Apakah aku akan diusir mereka?” Waroqoh menjawab: “Iya. Karena tidak ada satu orang pun yang datang dengan membawa seperti apa yang kamu bawa ini kecuali akan disakiti (dimusuhi). Seandainya aku ada saat kejadian itu, pasti aku akan menolongmu dengan sekemampuanku”. (HR. Bukhari).
Sebuah Motivasi
Kisah ini memberikan kepada kita inspirasi tentang makna sebuah kesetiaan. Khadijah telah membantu, menolong, dan mendampingi Suaminya ketika beliau berada dalam masa-masa yang sulit. Oleh karena itu Rasul Shallallahu salam tidak pernah melupakan pemberian dan dukungan yang besar dari Khadijah, dan tetap setia kepada Khodijah dengan tulus walau setelah wafatnya Khodijah, juga setelah Rasul Shallallahu Alaihi Wasallam menikah dengan Aisyah.
Apa Yang Terjadi Di Zaman Ini
Di zaman ini kadang sangat sulit menemukan orang yang setia terhadap pasangannya. Sehingga terjadi perselingkuhan atau “WIL” wanita idaman lain pada sebagian suami. Seorang wanita yang kadang lebih senang mengurus hobbynya daripada mengurus suaminya. Lebih senang shopping daripada menemani suaminya makan atau membantu pekerjaan suami.
Bagaimana Supaya Tetap Setia ?
Kesetiaan kepada pasangan bukan perkara yang mudah namun juga bukan perkara yang susah untuk diwujudkan. Paling tidak ada beberapa hal yang harus kita pahami dalam membina kesetiaan dalam rumah tangga. Pertama yaitu seseorang melihat bahwa rumah tangga yang dia bangun adalah salah satu dari ibadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala sehingga dibutuhkan keikhlasan di dalam menjalankannya setiap gerakan yang dilakukan untuk mewujudkan kebahagiaan dalam keluarga. keikhlasan dan mengharapkan pahala dari Allah subhanahu wa ta’ala kita tanamkan di dalam dada kita di dalam membina keluarga sehingga akan muncul kesetiaan kepada ke pasangan. Apapun yang dialami oleh pasangan kita maka kita akan setia untuk menemani dan membahagiakannya. Yang kedua perlu adanya komunikasi antara suami dan istri. Komunikasi yang baik akan memunculkan kesetiaan di antara keduanya. Yang ketiga adalah saling memahami antara kedua pasangan. Memahami kondisi masing-masing, karena terkadang seorang pasangan tidak bisa maksimal melayani dan menemani pasangannya. Maka di sini dibutuhkan saling memahami diantara keduanya. Diharapkan dengan sikap saling memahami akan hilang kecurigaan yang akan menggugurkan sebuah kesetiaan. Semoga risalah ini bermanfaat untuk kita semuanya.
Selesai di Kantor Madrosah Sunnah Gowa, 26 Shafar 1438 / 26 November 2016 | Abu Ubaidillah Bambang al Atsariy