Tidak semua hewan yang telah telah cukup umur boleh dijadikan hewan qurban, karena masih ada syarat yang harus terpenuhi. Yaitu hewan tersebut tidak boleh ada cacat yang dicela dalam syari’at. Kenapa demikian?
Karena hakikat dari hewan qurban adalah memberikan persembahan sesembelihan untuk Allah ‘azza wa jalla, sehingga hewan yang kita berikan adalah hewan yang baik atau tidak cacat.
Janis Cacat Pada Hewan Qurban
Para ulama kita membagi cacat menjadi 3 jenis. Yaitu cacat yang tertolak sehinngga menjadikan hewan tersebut tak bisa dijadikan hewan qurban, cacat yang sifatnya makruh, dan cacat yang ditolelir.
Cacat dari binatang qurban yang tertolak ada 4 yaitu Buta sebelah yang jelas sekali kebutaannya, sakit yang sangat jelas sakitnya, pincang yang jelas pincangnya, dan kurus sampai-sampai tidak punya sumsum tulang karena lemahnya.
Keterangan ini bisa kita dapatkan pada hadits Al Barra radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
“Empat cacat yang tidak boleh dijadikan hewan kurban adalah Buta sebelah yang jelas sekali kebutaannya, sakit yang sangat jelas sakitnya, pincang yang jelas pincangnya, dan kurus sampai-sampai tidak punya sumsum tulang karena lemahnya” [HR. An Nasa’i(4369), Ibnu Majah (3144), Ahmad (4/284)]
Cacat Makruh
Adapun cacat yang dimakrukan diantaranya terpotong seluruh telingannya atau sebagiannya. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa cacat seperti ini tidak layak dijadikan hewan qurban, namun ini perlu diteliti lagi kekuatan pendapatnya. Karena nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hanya membatasi 4 cacat pada hewan yang tidak bisa dijadikan hewan qurban sebagaimana yang telah kita sebutkan sebelumnya [Shahih Fiqhus Sunnah: 2/373]
Demikian pula tanduk yang pecah atau patah. Ini hukumnya makruh.
Cacat Yang Dimaklumi
Sedangkan cacat yang masih dimaklumi walau sebagian ulama memakruhkan atau bahkan ada yang tidak membolehkannya seperti ompong atau hilang gigi bagian depan, ekornya terputus, pantatnya terpotong, terpotong hidungnya, kering air susunya, dan lain-lain. Ini tetap sah dijadikan hewan qurban. Akan tetapi sebagai seorang muslim kita berusaha berqurban dengan hewan terbaik sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat. Baiknya kondisi hewan qurban akan menambah mutu dan kwalitas hewan qurban tadi. Dan ini layak bagi persembahan kita kepada Allah ‘azza wa jalla. Para sahabat nabi ‘alaihish shalatu wassalam sangat antusias dalam memperhatikan kwalitas hewan qurbannya. Baik dari sisi besar dan gemuknya atau dari sisi elok penampilannya, bahkan warna bulu dan kebersihannya. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu mengatakan:
“Kami diperintah oleh Rasulullah untuk memperhatikan mata dan telinganya” [Diriwayatkan oleh an Nasa’i (4372), Ahmad (1/95), Tirmidzi (1498), Abu Dawud (284), Ibnu Majah (3142)]
Sangat disunnahkan kita mencari hewan qurban yang berkwalitas dan tidak asal-asalan. Walaupun secara syar’i sah dijadikan hewan qurban, namun tetap kita memilih yang paling elok dan gemuknya. Seseorang yang berqurban dengan seekor kambing yang gemuk lebih baik daripada yang berqurban dengan 2 ekor kambing yang kurus walau masih bisa dijadikan hewan qurban. Demikian pula hewan yang banyak dagingnya lebih baik dari yang sekedar banyak lemaknya. Allah subhanahu wata’ala berfirman,
“Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati” [QS. Al hajj: 32]
Dari ayat ini Imam Syafi’i rahimahullah berpendapat disunnahkannya mencari hewan qurban yang besar dan gemuk [Al Hawiy: 19/94]
Dari Abu Umamah bin Sahl radhiyallahu ‘anhu disebutkan,
“Kami memilih hewan qurban yang gemuk ketika berada di Madinah, dan kaum Muslimin waktu itu juga demikian” [ HR. Bukhari secara mu’allaq namun secara tegas dan dimaushulkan oleh Abu Nu’aim dalam Al Mustakhraj, sanadnya hasan]
Selesai di asrama Rumah Qur’an Madrosah Sunnah Kabupaten Gowa pada siang 28 Dzulqa’dah 1437 H/ 31 Agustus 2016 | Abu Ubaidillah al Atsariy