Salah satu perkara di dalam rukun iman yang harus kita yakini adalah beriman kepada para Rasul. Kita mengimani seluruh Rasul dari yang pertama hingga yang terakhir. Baik para rasul yang disebutkan oleh Allah atau yang tidak disebutkan oleh Allah. Kita mengimani mereka semua bahwa mereka adalah para utusan Allah yang benar. Mereka datang dengan membawa risalah dan menyampaikannya kepada umat-umat mereka. Barangsiapa yang mengingkari seorang nabi saja, maka dia telah ingkar kepada seluruh para rasul berdasarkan firman Allah subhanahu wa taala,
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud membedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami ingkar terhadap sebagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (antara iman dan ingkar),”
“Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.”
“Orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya dan tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka, kelak Allah akan memberikan kepada mereka pahalanya. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nisa: 150-152)
Jangan Beda-bedakan Para Rasul !
Mengingkari seorang nabi atau seorang rasul berarti mengingkari seluruh para rasul. Oleh karena itu disebutkan di dalam Alquran,
“Kaum Nuh telah mendustakan para rasul” (QS. Asy Syu’ara:105)
Kaum Nabi Nuh sekedar mengingkari Nabi Nuh, akan tetapi pengingkaran mereka terhadap Nabi Nuh dianggap sebagai pengingkaran terhadap rasul-rasul yang lainnya. Oleh karena itu barangsiapa yang mengingkari Nabi Isa dan Nabi Muhammad seperti yang dilakukan oleh orang Yahudi atau mengingkari Nabi Muhammad sebagaimana yang dilakukan oleh orang nashara, maka mereka dianggap mengingkari seluruh Rasul. Karenanya beriman kepada seluruh Rasul -alaihim sholatu wassalam- adalah perkara yang harus. Baik rasul yang diketahui namanya atau yang tidak diketahui namanya. (Syarh Al Ushul Ats Tsalatsah Syeikh Fauzan: 214)
Makna Beriman Kepada Rasul
Beriman kepada para Rasul maknanya adalah membenarkan risalah mereka dan mengakui kenabian mereka lahir dan batin. Meyakini bahwa mereka adalah orang-orang yang jujur terhadap apa yang mereka beritakan dari Allah subhanahu wa ta’ala. Para rasul telah menyampaikan risalah dengan segenap usaha mereka dan menjelaskan kepada manusia apa yang wajib mereka ketahui.
Hikmah Diutusnya Para Rasul
Diutusnya para Rasul adalah nikmat yang sangat besar dari Allah subhanahu wa ta’ala kepada hamba-hambaNya. Karena manusia sangat butuh kepada bimbingan dari Allah subhanahu wa ta’ala di kehidupan bumi ini. Dan tidak tercapai bimbingan itu kecuali dengan diutusnya para Rasul.
Manusia Butuh Rasul
Kebutuhan manusia terhadap para rasul melebihi kebutuhan mereka terhadap makanan dan minuman. Karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjadikan para rasul sebagai perantara antara Allah dan makhluk-makhluknya di dalam memperkenalkan diriNya kepada mereka. Dalam rangka menjelaskan apa yang memberi manfaat untuk manusia dan apa yang membahayakan mereka. Menjelaskan apa yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah. Apa yang diperbolehkan dan apa yang dicintai serta yang dibenci oleh Allah ta’ala.
Akal Tak Cukup
Jika kita mengandalkan akal saja, maka ini tidak cukup. Akal tidak bisa menunjukkan kepada perkara-perkara yang secara rinci disebutkan di dalam syariat. Dia hanya bisa memahami perkara-perkara yang sifatnya umum seperti bahwa “alam ini memiliki pencipta”. Adapun secara rinci maka akal tak akan sanggup untuk mengetahuinya kecuali melalui perantara para rasul.
Allah ta’ala berfirman,
“Manusia dahulu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memutuskan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan” (QS. Al Baqarah: 213)
Jadi kebutuhan manusia kepada seorang rasul melebihi kebutuhan orang yang sakit kepada dokter. Ketiadaan dokter bagi orang yang sakit hanya akan membahayakan jasad dan dunia mereka, adapun ketiadaan seorang rasul akan menyebabkan kerusakan pada hati akhirat mereka. (At Tauhid lish shaffil awwal ats tsanawiy: 17)
______________
Abu Ubaidillah al Atsariy, 05 Sya’ban 1438 H / 01 Mei 2017