يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أما بعد:
Hadirin kaum muslimin –baarakallahu fiikum-
Di pagi yang cerah ini, kita sangat bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang diberikan kepada kita. Takbir dan tahmid berkumandang di seluruh pelosok bumi ini. Di Indonesia atau di penjuru dunia sana. Rasa syukur dan bahagia tergambar dari wajah-wajah kaum muslimin. Tak ketinggalan kebahagian ini sangat dirasakan oleh saudara kita yang menunaikan ibadah haji di tanah suci. Mereka bertalbiyah, thawaf, sai, dan manasik ibadah haji lainnya dengan khusu’ dan bahagia memenuhi panggilan Allah subhanahu wa ta’ala. Demikian pula kita yang berada di Indonesia terkhusus kota Makassar ini juga merasakan kebahagian yang sangat mendalam. Masih bisa bertemu dengan hari raya Idul Adha di tahun 1437 H ini. Masih bisa berqurban, masih bisa beribadah bersama keluarga dan tetangga kita. Walau dosa-dosa terus memenuhi catatan amalan kita di sisi malaikat Allah yang mengawasi kita. Allah ta’ala berfirman,
“(yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” [QS. Qaff: 17-18]
Tangan ini belum mampu kita jaga, mata kita masih digunakan untuk melihat perkara yang diharamkan, kaki kita masih dilangkahkan ke tempat-tempat terlarang, telinga hingga sekarang masih mendengar perkara yang tak dilarang dalam agama kita. Kita merasakan itu, namun kita berharap di hari ini, Allah mengampuni kesalahan itu. Kita berharap puasa Arafah yang kita lakukan di hari kemarin 9 Dzuhijjah sebagai penebus dosa kita setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.
Sebagaimana janji Rasulullah dari riwayat Abu Qotadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Puasa Arafah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang” (HR. Muslim no. 1162)
Jama’ah kaum muslimin yang kami hormati
Salah satu dari dosa dan kesalahan kita adalah ketika kita melalaikan amanah Allah berupa anak laki dan anak perempuan. Di hari-hari ini kita dikejutkan dengan banyak problem berkaitan dengan anak. Kenakalan anak bukan saja masalah sebagian keluarga muslim, tapi sudah menjadi problem besar negri ini yang harus segera diselesaikan. Indonesia darurat kenakalan anak. Kekerasan, hubungan seksual, obat-abat terlarang, narkoba, tawuran, dan lain-lain sudah menjadi rahasia umum dilakukan oleh anak-anak bangsa ini. Siswa siswi SMP dan SMA, Mahasiswa bahkan anak ingusan yang baru duduk di Sekolah Dasar pun terjerat dengan kenakalan seperti yang telah kita sebutkan. Padahal Allah ‘azza wa jalla menitipkan anak-anak dalam keadaan bersih dan fitrah. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanya yang menjadikannya Yahudi, Nashrani, atau Majusi” [HR. Bukhari no. 1385]
Apakah kita akan kembalikan anak-anak itu kepada yang telah menitipkannya dalam keadaan keadaan rusak? Dalam keadaan tidak kenal dengan agamanya?
Hanya kepada Allah kita mengadu dan mengeluhkan kondisi kenakalan anak-anak Indonesia.
Hadirin kaum muslimin dan muslimat yang saya muliakan
Di hari yang suci ini. Di tengah kebahagian dan semaraknya Idul Adha. Ketika semua kaum muslimin dan muslimat bertakbir memuji Allah. Dalam kondisi berdzikir dan mengingat Allah, alangkah baiknya jika kita menengok kembali ke sekitar kehidupan tahun 1911–1779 SM dalam legenda kisah Nabi Ibrahim dan anaknya Ismail ‘alaihimas salam dalam perspektif pendidikan anak. Dimana muncul diwaktu itu seorang anak yang shalih dan berbakti kepada Allah dan kedua orangtuanya seperti Ismail yang menjadi dambaan setiap orang tua di masa-masa genting kenakalan anak di negeri tercinta ini. Sehingga kisah ini terulang disetiap tahun untuk diingat dengan pelaksanaan manasik haji dan qurban.
Hadirin kaum muslimin –baarakallahu fiikum-
Allah ta’ala mengisahkan tentang kisah Ibrahim dan anaknya Islam dalam banyak tempat dalam al Qur’an. Diantaranya Allah berfirman,
“Dan Ibrahim berkata: “Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Rabbku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.
Ya Rabbku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shalih.Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur mampu) berusaha bersama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya).Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu”, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim”.Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik” [QS. Ash Shaffat: 99-110]
Kaum muslimin dan muslimat –baarakallahu fiikum-
Demikian indah dan mengharukan kisah ayah dan anak ini. Sebagai contoh bagi para orangtua dalam mendidik anak dan juga para anak dalam ketaatan kepada Allah dan orangtuanya. Diantara pelajaran pendidikan yang bisa kita ambil dari kisah ini yang semoga bisa menjadi contoh dari setiap keluarga dan sebagai sumbagsih kami kepada Indonesia tercinta ini adalah:
-
Mendo’akan Kebaikan Untuk Anak
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam di awal kehidupan beliau selalu berdo’a agar diberi anak yang shalih. Beliau berkata,
“Ya Rabbku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shalih” [QS. Ash Shaffat: 110]
Nabi Ibahim menyandarkan pendidikan anaknya kepada hidayah Allah ‘azza wa jalla. Karena Dialah yang mampu memperbaiki akhlak anak-anak kita. Beliau tidak meminta pertolongan dalam pendidikan anak beliau kepada selain Allah ta’ala, karena meminta pertolongan kepada selain Allah adalah kesyirikan yang dilarang oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Tidak ada yang bisa mengeluarkan kita dari problem kenakalan anak ini, kecuali berdo’a hanya kepada Allah. Dialah yang mampu menolong kita dan bukan yang lain. Allah berfirman,
“Dan sesuatu yang kamu seru selain Allah tidaklah sanggup menolongmu, bahkan tidak dapat menolong dirinya sendiri” [QS. Al A’raf: 197]
Ini yang pertama yang kita lakukan sebelum mendidik mereka. Do’akan, do’akan, dan do’akan mereka dengan kebaikan hanya kepada Allah. Tempuh perkara-perkara yang bisa mewujudkan terkabulnya do’a kita seperti ikhlas dalam berdo’a, memakan makan yang halal, mencari uang dengan cara halal, tidak putus asa, yakin, menjalankan ketaatan, dan lain-lain.
Hadirin kaum muslimin dan Muslimat Yang kami hormati
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran” [QS. Al Baqarah: 186]
Terkabulnya tergantung seberapa besar kita mentaati Allah ‘azza wa jalla. Karenanya para ulama kita mengatakan:
“Dikabulkan do’a sesuai dengan bagaimana seseorang menyambut seruan Allah”
Kaum Muslimin dan muslimat –baarakallahu fiikum-
-
Berusaha mendapat anak yang shalih
Selain berdo’a seorang ayah dan ibu harus berusaha dengan cara berikhtiar. Allah akan menunjuki orang yang bersungguh-sungguh beriktiar menuju kepada Allah ta’ala. Allah berfirman,
“Orang-orang yang bersungguh-sungguh menuju Kami, maka Kami akan tunjukkan jalan-jalan Kami, dan sungguh Allah bersama orang-orang yang berbuat baik” [Qs. Al Ankabut: 69]
Kesungguhan mereka yang menginginkan anak yang shalih ditandai dengan melakukan upaya untuk terwujudnya anak yang shalih. Diantara bimbingan Islam kepada ummatnya agar seorang muslim dapat memperoleh anak shalih adalah dengan memilih pasangan yang shalih dan shalihah, banyak berdo’a, tak lupa berdo’a ketika berjima’, memerintahkan anak-anak untuk mentaati Allah, dan melarang mereka durhaka kepada Allah, menjadi figur yang baik untuk anak-anaknya seperti Nabi Ibrahim menjadi fiqur dan kembanggaan Ismail.
Hadirin kaum muslimin –baarakallahu fiikum-
-
Akhlak Sabar
Ketika Nabi Ibrahim meminta agar diberi anak yang shalih, maka Allah berfirman: “Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar”. Sabar dalam arti tidak membalas kejelekan dengan kejelekan. Sifat inilah yang menjadi dasar keshalihan seseorang. Sabar adalah lawan dari amarah. Kesabaran mengantar kepada kebaikan dan amarah mengantarkan kepada kejelekan. Nabi Ibrahim alaihissalam telah mengajari anaknya untuk bersabar sejak kecil. Ismail bersama ibunya ditinggalkan di padang pasir yang luas tanpa penghuni. Meninggalkan mereka berdua hanya dengan bekal beberapa kantung air. Diajari istri dan anaknya untuk bersabar dan tawakkal kepada Allah.
Coba kita bandingkan dengan sebagian orangtua sekarang. Mereka memenuhi apa saja yang diinginkan anaknya. Minta gedget dibelikan, minta motor dibelikan, minta mobil dibelikan, minta apa saja dibelikan. Orangtua melakukan itu dengan alasan sayang kepada anaknya. Padahal itu membuat sang anak jadi manja dan tidak bisa bersabar dengan kerasnya kehidupan. Bahkan menjadikan mereka bebas berinteraksi dengan teman-teman yang membawa pengaruh buruk yang akhirnya memperparah kenakalan anak.
Hadirin kaum muslimin dan muslimat yang saya muliakan
-
Membiasakan melibatkan anak berdialog tentang kehidupan
Pada kisah diatas, Nabi Ibrahim mengajak anaknya Ismail untuk urun rembuk, berdialog berkenaan dengan mimpinya untuk menyembelihnya. Ibrahim tidak serta merta melakukan apa yang ia inginkan pada anaknya tanpa mengajaknya dialog dan sama-sama menemukan solusi terbaik bagi masalah yang ada. Ini yang hilang dari sebagian orang tua di hari ini.
Kesempatan berbincang dan dialog, hilang diambil oleh kesibukan mencari uang. Anak-anak kita bukan sekedar butuh uang. Tapi mereka butuh perhatian orang tuanya. Butuh diajak cerita, butuh tempat curhat bagi masalah mereka. Butuh belaian kasih sayang sang ibu yang tiap hari keluar untuk arisan lah, meeting lah, atau yang lainnya. Inilah salah satu penyebab kenakalan anak di negeri ini bertambah parah. Anak-anak lebih banyak curhat kepada orang-orang mengajak mereka kepada kedurhakaan. Mulai muncul rasa tidak percaya kepada kedua orangtuanya. Akhirnya menempuh jalan yang menyimpang.
-
Adil Terhadap Anak
Adil adalah perkara yang sangat ditekankan di dalam Islam. Allah menganjurkan kaum muslimin agar mereka bersikap adil dalam kondisi apapun. Dalam al Qur’an disebutkan,
“Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendati pun dia adalah kerabat (mu) sendiri” [QS. Al An’am: 152]
Keadilan menurut definisi para ulama adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Orangtua hendaklah hendaklah berlaku adil kepada anaknya. Membelanya ketika benar dan tidak membelanya ketika salah. Itulahlah makna adil dalam pendidikan.
Hadirin kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia
Terkadang kita dapati seorang ibu atau ayah membela anaknya ketika bermasalah dengan anak tetangga, walau sebenarnya anak kita yang salah.
Inilah yang tidak dilakukan oleh ibunda Ismail. Beliau tidak membela atau menganjurkan anaknya menolak permintaan ayahnya untuk menyembelihnya. Namun bahkan memberi semangat untuk mentaati perintah Allah, walau harus mengorbankan nyawanya. Inilah ibu yang bijak dan menginginkan kebaikan bagi anaknya. Bukan selalu membela anaknya walau jelas bersalah. Atau tidak menghukum anaknya ketika berbuat salah dengan alasan anak sendiri, kasiahan, dan lain-lain.
-
Berbuat Baik dan Taat kepada Orangtua
Poin ini kita peruntukkan bagi anak-anak kaum muslimin. Dimana salah satu pelajaran penting dalam kisah Nabi Ibrahim dan Ismail alaihimas salam adalah sikap berbakti seorang anak kepada kedua orangtuanya. Ismail seorang anak yang shalih menuruti permintaan orangtuanya walau ia kemungkinan akan kehilangan nyawanya. Ia rela lakukan itu sebagai bentuk bakti seorang anak kepada orangtuanya. Allah subhanahu wata’ala menggambarkan bagaimana seorang anak harus berbakti kepada kedua orangtuanya.
“Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil“ [Qs. Al Isra: 23-24]
Demikianlah seharusnya seorang anak dalam berbakti kepada orangtua mereka. Rela berkorban demi orangtua, bukan malah mengorbankan orangtua. Membantu orangtuanya masuk syurga bukan malah menghalangi mereka masuk ke dalam syurga.
Suatu ketika Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma bertanya kepada seseorang, “Apakah engkau takut masuk neraka dan ingin masuk ke dalam surga?” Orang itu menjawab, “Ya.” Ibnu Umar berkata, “Berbaktilah kepada ibumu. Demi Allah, jika engkau melembutkan kata-kata untuknya, memberinya makan, niscaya engkau akan masuk surga selama engkau menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Bukhari)
Hadirin kaum muslimin dan muslimat rahimani wa rahimakumullah
Yang terakhir dari pelajaran dalam kisah mulia ini adalah menjauhkan anak-anak kita dari gangguan setan dari kalangan manusia dan jin. Sebagaimana yang dilakukan oleh Ibrahim yang melempari setan dengan batu yang diabadikan dalam manasik haji ketika melempar jumrah.
Dari Ibnu Abbas radhiyallallahu’anhuma, beliau menisbatkan pernyataan ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Ketika Ibrahim kekasih Allah melakukan ibadah haji, tiba-tiba Iblis menampakkan diri di hadapan beliau di jumrah ’Aqobah. Lalu Ibrahim melempari setan itu dengan tujuh kerikil, hingga iblis itupun masuk ke tanah. Iblis itu menampakkan dirinya kembali di jumrah yang kedua. Lalu Ibrahim melempari setan itu kembali dengan tujuh kerikil, hingga iblis itupun masuk ke tanah. Kemudian Iblis menampakkan dirinya kembali di jumrah ketiga. Lalu Ibrahim pun melempari setan itu dengan tujuh kerikil, hingga iblis itu masuk ke tanah“.
Ibnu Abbas kemudian mengatakan,
“Kalian merajam setan, bersamaan dengan itu (dengan melempar jumrah) kalian mengikuti agama ayah kalian Ibrahim“ [Dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Shahih At-Targhib wat Tarhib (2/17), hadits nomor 1156]
Semoga kisah ini dan pelajaran penting di dalamnya bisa kita jadikan pedoman dalam menangani kenakalan anak di Indonesia dan dalam rangka memperbaiki bakti kita kepada kedua orangtua.
Di akhir khutbah ini saya nasehatkan kepada seluruh kaum muslimah secara khusus untuk bertakwa kepada Allah dengan menjalan perintaNya dan meninggalkan laramnganNya. Mendidik putra-putrinya dengan kebaikan. Mendekatkan mereka dengan agama, karena kalian adalah maddrasah bagi anak-anak kalian.
Berbaktilah kepada orang tua terkhusus ibu kalian yang telah mengandung kalian selama 9 bulan dalam keadaan lemah dan semakin lemah. Berbaktilah kepada suami kalian, taati perintahnya, bahagiakan dia dengan perhatian dan kasih sayangmu, karena suami kalian adalah syurga bagi kalian. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Lihatlah dimana kedudukanmu terhadap suamimu, karena dia adalah surgamu dan nerakamu” [HR. Ahmad]
Banyaklah bersedekah wahai kaum muslimah karena kalian adalah manusia yang paling banyak di dalam neraka. Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
“Aku melihat syurga, maka aku lihat kebanyakan penduduknya adalah orang miskin, dan aku melihat neraka, maka aku lihat kebanyakan penduduknya adalah wanita” [HR. Bukhari]
Itu disebabkan kena banyak wanita yang tidak menyukuri suaminya. Padahal harga diri seorang wanita ada pada keshalihannya. Semoga Allah menyelamatkan kita dari neraka dan memasukkan kita kedalam syurga. Amin……..
__________
Khutbah ini disampaikan di lapangan Masjid Babur Razzaq Perumahan Villa Mutiara, Makassar10 Dzulhijjah 1438 H atau 01 September 2017
Penulis: Ustadz Bambang Abu Ubaidillah al Atsariy
2 comments
Ma syaa Allah. Terimakasih naskah khutbahnya, ustadz, bermanfaat. In syaa Allah dipakai. 😀
izin share ya ustadz..
mudah2an bisa memberitahu para orang tua dengan artikel ini..
semoga allah menjaga ustadz..