Bulan Muharram mulia, diman Allah subhanahu wata’ala menjadikan bulan itu sebagai bulan beramal shalih dan memperbanyak pahala. Salah satu amal shalih yang bisa kita amalkan di bulan Muharram adalah puasa Asyura atau puasa tanggal 10 Muharram.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Puasa hari Asyura, aku berharap kepada Allah bahwa puasa tersebut dapat menghapuskan dosa satu tahun yang lalu” [HR. Muslim nomor 1976]
Masih banyak lagi keterangan dalam hadits yang menjelaskan tentang keutamaan puasa yang satu ini.
Biasanya ketika bulan Ramadhan dan kita dalam kondisi sedang bersafar atau bepergian, maka kita bisa memilih puasa atau tidak berpuasa. Syariat memberikan keringan kepada kaum muslimin untuk tidak berpuasa dan menggantinya di hari yang lain di luar Ramadhan sebagaimana yang sudah dimaklumi bersama. Mana yang lebih utama dari keduanya ? Berpuasa atau tidak puasa ketika bersafar di bulan Ramadhan ?
Para ulama beda pendapat dalam masalah mana yang lebih utama. Namun dalam beberapa kondisi membatalkan puasa ketika safar lebih utama padahal itu puasa wajib. Itulah keringanan syariat Islam dalam masalah puasa Ramadhan. Disebutkan dalam kaidah para ulama,
Sesuatu yang berat akan mendatangkan kemudahan.
Puasa Asyura Ketika Safar
Lalu bagaimana jika puasa sunnah seperti puasa Asyura apakah seseorang diperbolehkan berpuasa ketika dalam kondisi sedang bersafar. Bukankah itu puasa sunnah ?
Berikut beberapa keterangan dari para ulama berkaitan dengan masalah ini.
Disebutkan oleh Bukhari Imam Ibnu Rajab al Hambali rahimahullah,
“Dan sebagian salaf pendahulu kita berpuasa ‘Asyura ketika sedang bersafar. Diantara mereka adalah Ibnu Abbas, Abu Ishaq, dan Az Zuhriy. Merka mengatakan: “Puasa Ramadhan itu punya tenggang waktu untuk menggantinya di hari lain namun Asyura akan hilang kesempatan (jika tidak puasa di hari itu -pent-)” (Lathaif al Ma’arif: 52)
Maksud dari perkataan mereka adalah jika seseorang tidak berpuasa Ramadhan ketika safar maka ia bisa menggantinya di hari lain. Tapi jika seseorang tidak berpuasa Asyura di saat safar maka ia akan kehilangan kesempatan mendapat pahala dari puasa Asyura, karena puasa Asyura tidak bisa di qadha atau diganti di hari lain.
Dalam sebuah riwayat dari Mu’awiyah bin Shalih bahwa Abul Jabalah menceritakan kepadanya, “Saya dulu pernah bersama Ibnu Syihab dalam sebuah perjalanan, ternyata beliau berpuasa di hari Asyura. Kemudian Ibnu Syihab ditanya: “Mengapa anda berpuasa di hari Asyura sedangkan di bulan Ramadhan anda tidak berpuasa ketika sedang melakukan safar ?. Ibnu Syihab menjawab: “Karena puas Ramadhan punya tenggang waktu untuk mengganti puasa di hari yang lain sedangkan puasa Asyura akan hilang (jika tidak dilakukan saat hari Asyura -pent-)” (Siyar A’lam an Nubala: 5/342)
Demikian sekelumit penjelasan tentang masalah puasa Asyura dikala safar, semoga bisa membantu para pembaca untuk bisa memahami masalah ini. Wallahu a’lam
________
Selesai risalah singkat ini di Kota Sengkang -Sulawesi Selatan- pada 09 Muharram 1441 H atau 09 Sepetember 2019 | Bambang Abu Ubaidillah al Atsari