Ada orang yang beranggapan bahwa Islam hanya punya perhatian dengan akhirat dan tidak punya perhatian dengan dunia. Siapa bilang Islam itu agama yang tidak ada perhatiaan kepada perkara dunia. Dalam al Qur’an banyak disebutkan perintah agar manusia mencari rizki dan bekerja yang menggambarkan bahwa Islam memotivasi untuk tidak malas-malasan. Allah berfirman,
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kalian di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kalian beruntung” (QS. Al Jum’ah: 10)
Allah subhanahu wata’ala berfirman,
“Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba Ku yang berterima kasih” (QS. Saba: 13)
Dua ayat diatas sudah cukup mewakili sekian ayat dalam al Qur’an yang menganjurka manusia untuk bekerja, berusaha, dan mencari nafkah.
Bekerja Dengan Tangan Sendiri
Tidak berharap dengan kedermawanan orang lain lalu berusaha dan bekerja dengan tangan sendiri dalah perkara yang jelas Nampak dari ajaran Islam. Salah satu buktinya yaitu sebuah riwayat dari Miqdad radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Tidaklah seseorang memakan suatu makanan sama sekali yang lebih baik dibanding ia makan dari hasil ia bekerja dengan tangannya sendiri karena Nabiyullah Dawud ‘alaihissalami yang makan dari hasil pekerjaan tangannya sendiri“ (HR. Bukhari nomor 2072)
Imam al Mawardi berkata: “Pokok-pokok mata pencaharian adalah bercocok tanam, berdagang, dan produksi barang”[1] Lalu mana diantara ketiganya yang paling bagus?
Berkata Imam Nawawiy dalam kitab al Majmu’ Syarh al Muhadzab jilid 9 hal. 59: “Yang benarnya adalah apa yang termaktub dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu pekerjaan dengan hasil tangan sendiri. Pertanian adalah mata pencaharian terbaik dan paling utama karena pertanian itu hasil tangan sendiri dan di dalamnya ada tawakkal. Ini sebagaimana yang disebutkan oleh Imam al Mawardi. Pada pertanian ada manfaat secara umum kepada kaum muslimin, hewan-hewan . Biasanya hewan-hewan itu makan tanpa dibayar oleh hewan-hewan tadi sehingga para petani mendapat pahala darinya. Jika bukan petaninya sendiri yang mengerjakan sawahnya maka dikerjakan oleh anaknya atau orang yang disewa. Sehingga mengharap pahala dari pertanian lebih utama sebagaimana yang kami sebutkan”
Disebutkan dari Jabir radhiyallahu ‘anhu ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Tidak ada seorang muslim pun yang menanam tanaman kecuali apa yang termakan dari tanaman tadi dianggap sebagai sedekah dan apa yang dicuri juga dianggap sebagai sedekah. Apa yang dimakan binatang buas juga sebagai sedekah bagi petaninya. Apa yang dimakan burung juga sebagai sedekah. Dan tidak ada seorangpun yang mengurangi hasilnya kecuali itu juga sedekah baginya” (HR. Muslim nomor 1552)
Berkata Imam an Nawawi rahimahullah ketika menyebutkan hadits ini dan beberapa riwayat yang semakna denganya,
“Dalam hadits-hadits tersebut ada penjelasan keutamaan bercocok tanam dan menanam tanaman, karena pahala mereka yang menanamnya akan terus mengalir selama benih dan tanaman tersebut terus berkembang sampai hari kiamat” (Syarh an Nawawiy ‘Ala Muslim jilid 10 hal. 213)
Jangan Memandang Remeh Pekerjaan
Ada sebagian orang yang memilih-milih pekerjaan bahkan terkesan meremehkan beberapa pekerjaan yang dia anggap rendah. Seperti pekerjaan sebagai pemungut sampah, pembantu, kuli bangunan, pengais becak, dan lain-lain. Padahal pekerjaan-pekerjaan itu jauh lebih baigus daripada meminta-minta. Bekerja dengan tangan sendiri jauh lebih utama daripada meminta-minta walapun pekerjaan tersebut kelihatan rendah. Sebagaimana disebutkan dari Zubair bin Awwam radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda,
“Jika seseorang diantara kalian mengambil tali lalu meletakkan seikat kayu di atas punggungnya kemudian menjualnya yang dengannya Allah akan menjaga wajahnya (kehormatannya), maka itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada manusia baik diberi ataupun tidak diberi” (HR. Bukhari nomor 1471)
Selesai artikel ini pada Jum’at 30 Agustus 2019 | Bambang Abu Ubaidillah
________________________
[1] Lihat kitab Tharh at Tatsrib Fii Syarh at Taqrib (4/84) karya Abu Fadl Zanuddin Abdur Rahim bin Hasan al ‘Iraqi (Wafat tahun 806 H)