Mengakui kesalahan pada diri sendiri dan mengakui kebenaran orang lain bukan perkara yang ringan. Mengikuti kebenaran adalah masalah berat bagi sebagian orang. apalagi orang tersebut adalah orang yang terpandang di tengah masyarakat.
Maka semua itu menurut pandangan mereka untuk mengikuti kebenaran dan mengakui kesalahan.
Hanya orang-orang yang ikhlas yang dimudahkan untuk mengikuti kebenaran dan meninggalkan kesalahan, kekeliruan, dan khilaf yang sudah dia lakukan.
Kebenaran adalah perkara yang lebih utama untuk diikuti. Bukan taqlid dan taksub kepada seseorang atau kepada mazhab tertentu. Namun mengikuti kebenaran yang ada pada seseorang.
Para ulama terdahulu tidak segan-segan dan tidak malu untuk mengakui kesalahan mereka lalu mengikuti kebenaran walaupun datang dari orang yang lebih dibawah dari mereka dari sisi kedudukan.
Imam Malik rahimahullah pernah mengakui kesalahan beliau dihadapan murid beliau berkaitan dengan masalah hadits menyela-nyela jari ketika berwudhu.
Imam Syafi’i rahimahullah punya pendapat lama yang dikenal dengan qaul qadim lalu rujuk mengganti pendapat tersebut dengan qaul Jadid atau pendapat baru. Ini menunjukkan imam Syafi’i rujuk kepada kebenaran dan meninggalkan kekeliruan pendapat sebelumnya dan menggantinya dengan pendapat baru.
Imam Ahmad rahimahullah terkadang memiliki beberapa pendapat dalam suatu masalah. Ini juga menunjukkan bahwa imam Ahmad kadang merubah pendapatnya dalam rangka mengikuti kebenaran.
Lalu siapa kita yang selalu merasa benar yang tidak mau menerima pendapat orang lain walaupun orangatas hujjah yang kuat, Alquran dan Sunnah.
Mengikuti kebenaran tidak akan menjatuhkan derajat seseorang. Bahkan akan mengangkat derajat mereka.
Syeikh Utsaimin rahimahullah berkata:
“Setiap orang yang kembali kepada kebenaran, maka akan bertambah kedudukannya di sisi Allah kemudian di hadapan makhluk Allah”
(Al Qoulul Al Mufid: 1/375)
Catatan Harian
(Bambang Abu Ubaidillah)
16 Sya’ban 1442/ 30 Maret 2021