Dalam kehidupan di zaman ini sering kita melihat orang-orang yang mulia di sisi Allah tapi dipandang sebelah mata oleh manusia, sebaliknya orang yang mulia di sisi manusia ternyata sangat hina di sisi Allah. Maka jangan menilai orang cuma dari dari penampilan fisiknya. Karena kemualiyaan manusia ada pada ketaqwaannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sungguh Allah tidak melihat bentuk rupa dan harta kalian. Akan tetapi, Allah melihat pada hati dan amalan kalian.” (HR. Muslim nomor 2564).
Hadits ini mengajarkan kepada kita bawa Allah tidak sekedar melihat penampilan dan rupa seseorang tapi lebih kepada hati dan amalannya, taqwa dan imannya, niat dan keikhlasannya.
Para Salaf ulama-ulama terdahulu tidak tertipu dengan pandangan penampilan seseorang tapi mereka memuliyakan seseorang karena keimanan dan ketaqwaannya.
Dari al Fasawi[1] Ya’qub bin Sufyan (Wafat th 277 H) ia berkata telah menceritakan kepada kami Abul Yaman[2] ia berkata dari Jarir bin Utsman ia berkata dari Abul Hasan ‘Imran bin Nimran bahwa Abu Ubaidah pernah berjalan di tengah sebuah pasukan lalu berkata:
“Ketahuilah bahwa boleh jadi orang membersihkan bajunya malah mengotori agamanya. Bisa jadi orang yang merasa memuliakan dirinya padahal hakikatnya ia menghinakan dirinya sendiri. Bersegeralah menganti kejelekan-kejelakan masa lalu dengan dengan kebaikan-kebaikan yang baru” (Siyar A’lam an Nubala’ 1/18)
Kalimat diatas menunjukkan kecerdasan Abu Ubaidah radhiyallahu ‘anhu yang melihat banyaknya orang yang kelihatan mulia padahal ia sedang menghinakan dirinya. Orang yang Allah muliyakan adalah orang yang diberikan taufik untuk beramal kebaikan, sebab kebaikan akan dilipatgandakan pahalanya dan kejelekan hanya akan dicatat sebagai satu perbuatan dosa. Sehingga orang yang binasa adalah orang yang kejelekannya lebih berat dari kebaikannya. Tidak ada seorangpun diantara kita kecuali pasti akan sering melakukan kesalahan dan dosa. Namun yang jadi masalah adalah apakah kita akan bersegera menghapus dosa kita itu dengan kebaikan atau kita akan menumpuk kejelekan dan dosa dan tidak segera menghapusnya. Allah ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya kebaikan-kebaikan akan menghilangkan kejelekan-kejelekan (dosa). Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (QS. Hud: 114)
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Dan ikutilah perbuatan kejelekan dengan kebaikan, maka kebaikan tadi akan menghapuskan kejelekan” (HR. Tirmidzi nomor 1987)
Termasuk dari taufiq Allah kepada hambaNya adalah bersegeranya seorang hamba melakukan kebaikan setika ia terjerumus dalam dosa dan keburukan.
Makassar, 07 Rajab 1441 H atau 02 Maret 2020 M | Ustadz Bambang Abu Ubaidillah al Atsariy
____________
[1] Al Fasawi Ya’qub bin Sufyan bin Juwan Abu yusuf bin Abi Mu’awiyah al Farisiy al Hafidz, Tsiqah, meninggal di Basrah pada tahun 277 H
[2] Al Hakam bin Nafi’ al Bahraniy al Himshiy, meninggal th. 222 H.