Manfaat Berdzikir Kepada Allah
Berdzikir kepada Allah adalah amalan yang paling utama disisi Allah -Ta’ala-. Karena berdzikir adalah asas dari sebuah ibadah. Tidaklah ada suatu ibadah kecuali ada syariat untuk berdzikir pada ibadah tersebut. Jangankan shalat atau puasa, masuk kamar mandi dan keluar rumahpun kita dianjurkan berdzikir. Berdzikir adalah penghubung seorang hamba dengan penciptanya, sebagaimana yang dikisahkan Aisyah dalam riwayat Muslim tentang Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- bahwa beliau berdzikir dalam setiap keadaannya.
Sebaliknya orang yang malas berdzikir, maka ini adalah ciri-ciri orang munafik. Karena salah satu ciri-ciri orang munafik adalah mereka tidak berdzikir kepada Allah kecuali sedikit. Ini berbeda dengan sifat orang beriman yang senantisa berdzikir kepada Allah.
Sebagaimana Allah -Ta’ala- berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka berdzikir kepada Allah kecuali sedikit sekali” (QS. An Nisa: 142 ).
Berkata Syeikh Prof. Dr. Abdurrazzak bin Abdil Muhsin al Abbad hafidzahullah: “Sesungguhnya banyak berdzikir kepada Allah –azza wa jalla- adalah jaminan keamanan dari sifat munafik, karena orang-orang munafik sedikit berdzikir kepada Allah – azza wa jalla –“ [Fiqh al Ad’iyah wal Adzkar: 1/24].
Setan akan menjadi lemah dan tak mampu mengalahkan manusia jika ia senantiasa berdzikir kepada Allah. Jerat-jerat setan tak berdaya dihadapan hamba Allah -Ta’ala- yang senatiasa berdzikir kepada Allah -Ta’ala-.Namun jika ia lalai berdzikir, maka setan dengan mudahnya akan mengalahkannya. Karena berdzikir adalah benteng kokoh seorang muslim sehingga setan sangat gembira jika ia melihat manusia lalai dalam berdzikir kepadaNya. Apa yang membuat manusia lalai dalam berdzikir ?
Yang Menghalangi Manusia Berdzikir
Allah -Ta’ala- sebutkan dalam al Qur’an beberapa perkara yang melalaikan manusia, diantaranya dalam surah al Munafiqun, Allah -Ta’ala- berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari berdzikir kepada Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi” (QS. Al Munafiqun: 9).
Ayat ini dengan tegas menjelaskan bahwa harta dan anak adalah sebab lalainya seseorang dari berdzikir kepada Allah -Ta’ala-. Hendaklah seorang muslim mampu menempatkan dunianya, harta, dan anaknya pada posisi yang benar sehingga itu tidak melalaikan dia dari mengingat Allah -Ta’ala- . Ini tentu bukan pekerjaan ringan, sehungga dibutuhkan kesungguhan dalam perkara ini.
Makna Bacaan Dzikir
Berdzikir bukanlah terbatas pada ucapan dan bacaan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan lafadz-lafadz dzikir yang lainnya, namun tentunya lebih luas dari itu.
Ini dijelaskan oleh Syeikh Muhammad bin Ibrahim at Tuwaijiriy rahimahullah : “Hakikat dzikir adalah senantiasa melaksanakan seluruh hukum-hukum dan ibadah-ibadah yang wajib pada waktunya, dan mengamalkan do’a-do’a dan wirid-wirid yang disyariatkan sesuai dengan apa yang ada dalam sunnah. Ini adalah dzikir yang bersifat wajib. Seorang muslim melakukan itu semua dengan mengagungkan Rabbnya, memuji-Nya, mencintai-Nya, takut kepada-Nya, meyakini keutamaan dzikir tersebut, dan mengharap pahala dari Rabbnya. Adapun dzikir yang bersifat sunnah adalah sebuah istilah yang mencakup dzikir-dzikir sunnah yang telah Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- jelaskan” [Mausu’ah fiqh al Qulub: 2/1871]
Dari penjelasan diatas disimpulkan bahwa dzikir itu adalah segala bentuk amalan wajib maupun sunnah yang tujuannya adalah mengingat Allah -Ta’ala. Termasuk dalam hal ini adalah menuntut ilmu agama. Menuntut ilmu merupakan salah satu dzikir kepada Allah -Ta’ala-. Karena dengan menuntut ilmu agama, seorang akan senantiasa ingat kepada Allah -Ta’ala- sehingga muncul perasaan, cinta, harap, cemas, dan takut kepada-Nya. Itulah hakikat berdzikir kepada Allah -Ta’ala-.
Selain itu berdzikir adalah sebagaimana yang Allah -Ta’ala- firmankan:
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan berdzikir kepada Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram” (QS. Ar Ra’du: 28).
Ketentraman hati akan tercipta jika seseorang berdzikir dalam keadaan khusyuk. Karena tujuan berdzikir bukanlah sekedar menyebut kalimat-kalimat tasbih, tahmid, takbir namun hatinya lalai dan tidak mengagungkan Allah -Ta’ala-. Selain berdzikir dengan lisan kitapun harus khusyuk, merenungkan makna kalimat yang kita baca. Allah -Ta’ala- berfirman:
“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai” (QS. Al A’raf: 205).
Sehingga hendaklah setiap orang yang berdzikir memahami apa yang ia ucapkan dengan hati yang khusyuk disertai lisan yang berdzikir agar terwujud dzikir lahir dan batin dan terhindar dari golongan orang yang lalai yang merupakan ciri-ciri orang munafik.
Akibat Malas Berdzikir
Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari oleh Abu Dawud dari sahabat Abu Hurairah dari Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- beliau bersabda:
”Barangsiapa yang duduk di suatu tempat, lalu ia tidak mengingat Allah, maka ia akan mendapatkan kerugian disisi Allah. Dan barangsiapa yang berbaring di tempat pembaringan lalu ia tidak mengingat Allah, maka ia akan mendapatkan kerugian disisi Allah” [HR. Abu Dawud nomor 4856 dan dishahihkan oleh Syeikh al-Baniy dalam al-Misykah: 2/703]
Tentu ini perkara yang tidak mudah, namun seorang muslim berusaha terlepas dari ciri-ciri orang munafik yang malas berdzikir. Bahkan ia akan mengotrol ucapannya agar senatiasa berorientasi pada upaya mengingat Allah -Ta’ala-. Imam Tirmidzi rahimahullah meriwayatkan dari Abdullah bin Umar –radhiyallahu ‘anhuma- ia berkata bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
“Janganlah kalian banyak bicara selain dzikir kepada Allah -Ta’ala-, karena banyak bicara selain dzikir kepada Allah -Ta’ala- akan menggelapkan hati, dan sungguh manusia yang paling jauh dari Allah -Ta’ala- adalah orang yang hatinya keras” [HR. Tirmidzi nomor 2335]
Semoga Allah -Ta’ala- menghindarkan kita dari ciri-ciri orang munafik yang enggan berdzikir.
Selesai risalah ini di kediaman kami, Kompleks Tanwirussunnah, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan pada 02 Rabiuts Tsani 1437 (12 Januari 2016).
Abu Ubaidillah al-Atsariy | abuubaidillah.com
___________________
Berbagilah Dengan Teman Anda | Beri kesempatan mereka untuk MEMBACANYA >> AYO SHARE
2 comments
Assalamu ‘Alaikum, Bagaimana bacaan dzikir yang sesuai dgn sunnah?
Wa ‘alaikumussalam warahmatullah
Dzikir adalah ibadah, sehingga dalam dzikir yang disyari’atkan harus memenuhi dua perkara:
pertama Iklash dan kedua sesuai dengan sunnah Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam-.
Tentang bacaaan dzikir yang sesuai sunnah bisa dilihat di buku-buku dzikir yang ditulis ulama yang telah diterjemahkan. Seperti buku Hisnul Muslim dan lain-lain.