Amar ma’ruf nahi mungkar adalah suatu perkara yang disyariatkan di dalam Islam. Dia adalah ruh agama ini. Tanpa amar ma’ruf dan nahi mungkar akan hilang agama dan menjadi sebab turunnya adzab. Oleh karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala menggolongkan orang yang menegakkan amalan ini sebagai orang-orang yang beruntung. Allah –Subhana Wa Ta’ala– berfirman,
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang mengajak kepada kebajikan, memerintahkan kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung” [QS. Ali Imran: 104]
Dalam ayat yang lain disebutkan,
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar..” [QS. Ali Imran: 110]
Dan ayat ayat yang lain yang tersebar di dalam al Qur’an. Demikian juga hadits-hadits yang datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang menganjurkan untuk melakukan pencegahan terhadap kemungkaran semampunya. Seperti sabda Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- ,
“Barangsiapa diantara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia rubah dengan tangannya, jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya, dan jika ia tak mampu dengan lisan, maka dengan hatinya. Dan itu adalah iman yang paling lemah” [HR. Muslim]
Pungli Adalah Kemungkaran
Salah satu dari kemungkaran yang tersebar di negeri ini adalah praktek pungli atau pungutan liar. Pungutan liar ini bukan sekedar menjadi musuh dari agama kita tapi juga menjadi musuh rakyat dan pemerintah Indonesia. Sehingga Bapak Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mengatakan dalam salah satu berita di koran nasional ”Saya perlu peringatkan kepada seluruh lembaga dan instansi mulai sekarang ini stop namanya pungli terutama pada pelayanan kepada masyarakat,” ucap Jokowi.
Dari sisi mana pungli ini dianggap sebagai kemungkaran yang kita ingkari ?
-
Pungli Adalah Kezhaliman
Praktek pungutan liar atau pungli ini adalah salah satu dari perilaku mendzalimi orang lain. Karena pungli berarti mengambil harta orang lain yang bukan haknya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dari Rabb-nya subhanahu wata’ala,
“Wahai hambaku, sunggu Aku telah mengharamkan kedzaliman pada diriKu, dan Aku telah jadikan kedzaliman antara kalian sebagai perkara haram, maka janganlah kalian saling mendzalimi” [HR. Muslim (2577), At Tirmidzi (2495), dan Ibnu Majah (4257)]
Kedzaliman itu ada dua yaitu kedzaliman yang berkaitan dengan hak Allah dan kedzaliman yang berkaitan dengan hak manusia. Jadi sangat jelas bahwa pungli adalah perkara haram, karena mengandung kedzaliman kepada orang lain dengan cara mengambil uang yang bukan haknya. Padahal pekerjaannya mengurus public telah ada dalam gaji yang ia terima.
-
Pungli Adalah Memakan Harta Haram
Dalam praktek pungli ada kedzaliman yang berarti uang yang ia dapatkan adalah uang yang haram. Maka orang yang melakukan praktek pungli telah memakan harta yang haram. Ini adalah perkara yang dilarang di dalam Islam. Makanan haram mengakibatkan do’a kita tidak terkabul sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
“Kemudian beliau menyebutkan ada seseorang melakukan perjalan jauh dalam keadaan kumal dan berdebu. Dia memanjatkan kedua tangannya ke langit seraya berkata : Yaa Robbku, Ya Robbku, padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan kebutuhannya dipenuhi dari sesuatu yang haram, maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doanya akan dikabulkan [HR. Muslim]
Daging yang tumbuh dari makanan yang haram akan diancam dengan api neraka. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
“Tidak akan masuk ke dalam syurga orang yang dagingnya tumbuh dari makan haram. Neraka lebih layak (membakar) daging itu” [HR. Al Baihaqi dalam Syuabul Iman no. 5373 dan 5374 ].
Demikian bahayanya memakan makanan haram. Dan itu ada pada praktek pungli. Relakah kita mengorbankan keselamatan kita di akherat cuma karena beberapa rupiah ?
-
Sogok menyogok
Praktek pungutan liar tidak akan lepas dari prilaku sogok menyogok. Orang yang tidak mampu membayar uang pungli maka ia memilih menyogok dengan tarif yang mungkin lebih ringan dari permintaan orang yang memungut uang haram tersebut. Ini kembali kepada “korban” pungli yang memberikan sogok kepada seseorang agar ia tidak kena pungli. Perbuatan ini telah disepakati keharamannya. Dan agama sangat keras melarangnya. Allah ta’ala berfirman,
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” [QS. Al Baqarah: 188]
Ayat ini berbicara tentang menyogok seorang hakim agar ia dapat mengambil hak orang lain. Namun ayat ini juga berlaku pada semua praktek sogok menyogok. Karena ayat al Qur’an dilihat dari keumuman ayatnya. Berlaku pada semua senis sogok menyogok kepada siapapun di lakukan, maka tetap hukumnya haram. Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
“Rasulullah melaknat orang yang menyogok dan minta disogok” [HR. Ahmad 2 /164, 190, dan 212, Abu Dawud (3580), At Tirmidzi (1337), Ibnu Majah (2313) dishahihkan oleh Syeikh Albani dalam Shahih Tirmidzi]
Syeikh Muhammad bin Shalih al utsaimin rahimahullah mengatakan: “Para ulama kita berpendapat bahwa laknat dari Rasulullah akan didapatkan bagi mereka yang menyogok dengan tujuan memberikan gangguan kepada seorang muslim atau merampas sesuatu yang bukan haknya. Adapun jika ia memberikan sesuatu agar ia mendapatkan lagi haknya atau mencegah kedzaliman menimpa dirinya, maka ini tidak masuk dalam perkara yang dilaknat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam [Syarh al Kabair Ibnu Utsaimin: 205-206].
Demikian sebagian perkara yang terkait erat dengan prakter pungli atau pungutan liar. Dan tentu masih ada beberapa perkara yang tidak bisa kita sebutkan disini. Diantaranya praktek pungli berkaitan dengan sifat khianat dan tidak amanah, mengganggu kaum muslimin, adanya makar dan menipu. Maka wajar ketika Islam mengharamkan dan menyatakan perang dengan pungli sebagaimana juga pemerintah Indonesia.
Abu Ubaidillah Bambang al Atsari | Gowa, 27 Muharram 1438 H – 27 Oktober 2016