Setelah dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam secara terang-terangan maka orang-orang kafir mulai gelisah dengan perkembangan dakwah beliau shallallahu ‘ala Ini wasallam. Merekapun mulai bermusyawarah untuk menghalangi dakwah suci dari Allah ini. Apalagi waktu itu mendekati musim haji. Musim yang dimanfaatkan oleh utusan-utusan dari berbagai suku dan tempat untuk berkunjung ke Mekah dalam rangka menunaikan ibadah haji. Orang-orang kafir Quraisy merasa kwatir jika para jema’ah haji terpengaruh dengan dakwah Nabi shallallahu ‘ala Ini wasallam. Berkumpullah orang-orang Quraisy di rumah al Waiid bin Mughirah untuk suatu kesepakatan dalam mengahadapi dakwah Rasulullah terutama di musim haji. Al Walid berkata: “Bersepakatlah terhadap perkara Muhammad dan jangan berselisih hingga menyebabkan sebagian kalian mendustakan sebagian yang lain”
Yang lain pun berkata: “Katakanlah kepada kami tentang pendapatmu hingga kami bisa menjadikannya sebagai acuan kami bertindak !”. Al Walid berkata: “Justru aku ingin mendengar pendapat kalian”
Ada yang berkata; “Bagaimana kalau kita juluki Muhammad sebagai seorang dukun ?” Al Walid berkata: “Tidak ! Demi Allah dia bukan seorang dukun, karena kita telah menlihat bagaimana praktik perdukunan. Yang Muhammad ucapkan bukan mantra-mantra atau jampi-jampi”
Yang lain berkata: “Kalau begitu kita sebut saja Muhammad itu orang gila”. Al Walid berkata: “Demi Allah dia bukan orang gila karena orang gila itu bicara dalam kondisi tidak sadar, tertekan, frustasi atau was-was”.
Berkata yang lain: “Bagaimana kalau kita sebut saja Muhammad dengan dengan penyair ?”. Al Walid berkata: “Muhammad bukan penyair karena kita telah menghafal sekian banyak bentuk-bentuk syair, dan yang ia katakan bukanlah sebuah syair !”.
Mereka berkata: “Kalau begitu dia itu tukan sihir !”. Al Waiid berkata: “Bukan Muhammad bukan tukang sihir, karena kita telah melihat praktek sihir. Sedangkan yang diucapkan oleh Rasulullah bukanlah hembusan sihir atau buhul-buhul.
Berkatalah orang-orang kafir Quraisy: “Lalu apa yang harus kita katakan ?”
Al Walid menjawab: “Demi Allah, ucapkan yang dia ucapkan sangatlah manis dan indah. Akarnya ibarat tandan anggur dan cabangnya ibarat pohon yang rindang. Tidaklah kalian menuduhnya dengan salah satu dari hal tersebut kecuali akan diketahui kebatilannya”.
Lalu al Walid berpikir dan menguras otak untuk mendapatkan kesimpulan. Kemudia ia menyimpulkan bahwa Muhammad itu adalah tukang sihir yang membawa kalimat yang mirip dengan sihir yang mampu memisahkan antara bapak, saudara, istri, dan keluarganya”.
Mengenai kisah al Walid ini Allah menurunkan ayat dalam al qur’an dimana Allah ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya), maka celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan?, Kemudian celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan?, Kemudian dia memikirkan, sesudah itu dia bermuka masam dan cemberut, kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri. Lalu dia berkata: “(Al Qur’an) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu), ini tidak lain hanyalah perkataan manusia”. Aku (Allah) akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar” (QS. Al Mudatstsir: 18-26).
Setelah diputuskan bersama, maka mereka mulai beraksi dengan duduk-duduk di pinggir jalan dan memberi tahu setiap orang yang lewat dari Jama’ah haji. Kadang mereka memberi tahu secara langsung atau mereka sengaja membicarakan Muhammad di depan orang yang lewat.
Di musim haji tahu itu Nabi pun mulai berdakwah kepada para jama’ah haji. Beliau mendatangi tenda-tenda pemukiman mereka di pasar ‘Ukazh, Majinnah dan Dzul Majaz. Beliau mengajak mereka menyembah Allah dan meninggalkan kesyirikan kepadaNya. Dalam kesibukan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdakwah ternyata Abu Lahab membuntuti beliau shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mengganggu, memotong pembicaraan sambil berkata: “Jangan kamu mengikuti ajakannya, karena ia adalah pendusta dan pembawa ajaran baru”.
Namun kenyataan berbicara lain, karena ternyata Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi pusat pembicaraan dan perbincangan diantara para jam’ah haji yang datang dari berbagai daerah. (Sumber: Sirah Li Ibnu Hisyam dan Ar Rahiq al Makhtum)
Beberapa Pelajaran Yang Bisa Diambil
Dari kisah ini dapat kita mengambil Ibrah dan pelajaran berharga bahwa dakwah kepada kebenaran tak semulus yang kita bayangkan. Banyak tantang dan orang-orang yang tidak senang dengan dakwah. Mereka akan senantiasa melakukan daya upaya untuk menghalangi dakwah kebenaran walau mereka tahu mereka berada dalam posisi yang salah. Kebenaran dan kebatilan akan senantiasa berperang hingga datangnya hari kiamat. Kita juga bisa melihat kesabaran dan optimisme Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam berdakwah. Ini pelajaran bagi kita agar melihat proses dakwah dan bukan hasil. Kadang dakwah yang dijalankan sesuai dengan bimbingan Nabi namun tak banyak yang mau mengikutinya, namun ketika kita mengubah metode dakwah dengan hal yang dilarang dan tidak dicontohkan Nabi ternyata dakwah kita disambut oleh manusia. Maka ini ujian bagi para da’i agar tetap berada di atas metode dakwah Rasulullah dan Sunahnya walau tak banyak mau mengikutinya.
_________
Selesai tulisan ini di kantor Madrosah Sunnah Makassar pada pagi menjelang siang 20 September 2017 | Bambang Abu Ubaidillah al Atsariy