T A N Y A
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ustad saya mau bertanya, apakah boleh menikahi wanita dari ahlul kitab ( nasrani dan yahudi) dgn dalih firman Allah subhana wa ta’ala [QS: Al maidah ayat: 5]. Mohon penjelasannya, jazakallohu khair
Bolehkah Nikah Dengan Wanita Ahlul Kitab Dengan Dalil Surah Al-Maidah ayat 5 ?
Dari: Irvan
J A W A B
Bismillah wal hamdulillah.
Allah -subhanahu wata’ala- berfirman:
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ ۖ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ ۖ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ ۗ
“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik” [QS. Al Maidah: 5]
Para ulama berselisih pendapat tentang penafsiran Ahlul Kitab dalam ayat ini:
- Yang dimaksud adalah Bani Israil secara khusus. Ini pendapat Imam Asy-Syafi’i.
- Yang dimaksud adalah Kitabiyyah yang berpegang teguh dengan agamanya yang murni sebelum mengalami perubahan, di mana dia mentauhidkan Allah dan tidak mensyerikatkanNya. Dia hanya mengikuti ajaran Nabi Musa jika dia Yahudiyyah (beragama Yahudi) atau ajaran Nabi ‘Isa bila dia Nashraniyyah (beragama Nashrani).
- Adapun kebanyakan ulama mengatakan bahwa ayat ini umum mencakup siapa saja yang memeluk agama Yahudi atau Nashrani, baik dari kalangan Bani Israil ataupun yang lainnya, apakah dia mengikuti agama Yahudi atau Nashrani yang murni dan mentauhidkan Allah ataukah mengikuti yang sudah mengalami perubahan dan mempersekutukan Allah, maka semuanya termasuk Ahlul Kitab tanpa pengecualian.
Ini adalah pendapat yang dikuatkan oleh Imam Asy-Syaukani dalam Fathul Qadir (2/15), Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di dalam Taisirul Karimir Rahman (hal. 221-222) Asy-Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti’ (5/218), dan pendapat ini yang kuat insya Allah.
Kemudian para ulama juga berbeda pendapat dalam menafsirkan kalimat Al Muhshanat (wanita yang menjaga diri) dalam ayat di atas:
- Yang dimaksud adalah yang menjaga diri dari perbuatan zina, maka tidak boleh menikahi wanita-wanita yang tidak menjaga diri dari perzinaan.
- Yang dimaksud adalah wanita-wanita merdeka (bukan budak).
Pendapat ini dikuatkan oleh As-Sa’di dan Al-Utsaimin dan inilah yang rajih, wallahu a’lam.
Tambahan Keterangan:
○● Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah dalam kitabnya Ijabatus Sail hal. 614-615 menegaskan bahwa wanita Ahlul Kitab yang dinikahi oleh seorang muslim tidak dituntut untuk mempelajari syariat Islam karena dia masih kafir.
Akan tetapi yang dituntut darinya adalah senantiasa memiliki sifat menjaga diri. Dinasehatkan bagi sang suami untuk mendakwahkan Islam kepada istrinya karena seorang suami memiliki pengaruh besar terhadap istri. Jika seorang istri terlanjur mencintai suaminya maka biasanya dia akan mengikuti kemauan suaminya.
○● Begitu pula, Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah menasehatkan dalam Ijabatus Sail hal. 531, bahwasanya seorang muslim harus berhati-hati jika hendak menikahi Yahudiyyah atau Nashraniyyah. Apabila di negeri itu Yahudi atau Nashara lebih berpengaruh, dikhawatirkan istrinya akan mempengaruhi anak-anaknya untuk memeluk agama Yahudi atau Nashara.
K E S I M P U L A N
□■ Kalau ada muslimah, kenapa mau cari yang lain. Walaupun boleh saja ia menikahi ahlul kitab. Wallahu a’lam
[Lihat kitab: Syarhul Mumti’, Tafsir as Sa’di, Fathul Qadir, dan Jami ahkam an Nisa’]