Dosa Pertama Yang Dilakukan Di Langit [1]
Dosa pertama tersebut adalah kedengkian Iblis kepada Adam, dikala Iblis tidak melaksanakan perintah Allah untuk sujud kepada Adam. Itu semua akibat dari kesombongan, tipuan, dan merasa hebat.
Setelah itu terjadilah kemasiatan Adam dan Hawa yang memakan pohon yang telah Allah larang untuk memakannya. Itu terjadi karena bujuk rayu Iblis –semoga Allah melaknatnya-. Kemudian Adam bertaubat dan Allah menerima taubat dari Adam dan Hawa. Itu disebabkan karena “Meninggalkan perintah lebih besar dosanya disisi Allah daripada melanggar larangan”. Adam dilarang memakan pohon yang terlarang, namun Adam memakannya, Allah pun menerima taubatnya. Sedangkan Iblis diperintahkan sujud kepada Adam, namun Iblis tidak mau sujud dan tidak bertaubat kepada Allah.[2] Ini karena dosa melanggar larangan mayoritasnya berawal dari hawa nafsu dan kebutuhan. Sedangkan dosa meninggalkan perintah mayoritasnya berawal dari kesombongan dan merasa mulia. Orang yang di dalam hatinya ada sebesar biji sawi dari kesombongan tidak akan masuk surga. Berbeda dengan orang yang bertauhid bahwasanya dia akan masuk surga walaupun pernah melakukan zina dan mencuri[3].
Jadi orang yang meninggalkan perintah Allah seperti meninggalkan shalat dan semisalnya, maka dia berada dalam kondisi yang membahayakan.
Apa Pengaruh Yang Ditimbulkan Oleh Maksiat Yang Dilakukan Oleh Adam Dan Hawa Terhadap Anak Cucunya ?
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam disebutkan,
“Seandainya bukan karena Hawa, seorang wanita tidak akan menghianati suaminya selamanya” (HR. Muslim nomor 1470)
Maksud hadits ini bahwa Hawa menghianati Adam dalam bujuk rayunya hingga Adam menyelisihi perintah dengan memakan pohon larangan. Lalu meyerupakan hal tersebut kepada putri-putri Adam dikarenakan maksiat. Dan berhianat disini bukan maknanya berzina. Dalam hadits yang lain dari Abu Hurairah disebutkan
Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Saat Allah menciptakan Adam, Ia mengusap punggungnya lalu dari punggungnya berjatuhan setiap jiwa yang diciptakan Allah dari keturunan Adam hingga hari kiamat dan Ia menjadikan kilatan cahaya diantara kedua mata setiap orang dari mereka, kemudian mereka dihadapkan kepada Adam, ia bertanya: ‘Wahai Rabb, siapa mereka? ‘ Allah menjawab: ‘Mereka keturunanmu’. Adam melihat seseorang dari mereka dan kilatan cahaya diantara kedua matanya membuatnya kagum, Adam bertanya: Wahai Rabb siapa dia? Allah menjawab: Ia orang akhir zaman dari keturunanmu bernama Dawud. Adam bertanya: Wahai Rabb, berapa lama Engkau menciptakan umurnya? Allah menjawab: Enampuluh tahun. Adam bertanya: Wahai Rabb, tambahilah empatpuluh tahun dari umurku. Saat usia Adam ditentukan, malaikat maut mendatanginya lalu berkata: Bukankah usiaku masih tersisa empatpuluh tahun. Malaikat maut berkata: Bukankah kau telah memberikannya kepada anakmu, Dawud. Adam membantah lalu keturunannya juga membantah. Adam dibuat lupa dan keturunannya juga dibuat lupa. Adam melakukan kesalahan dan keturunannya juga berbuat salah.” (HR. Tirmidzi nomor 3076)[4]
Lupanya Adam adalah ketika beliau lupa dari larangan memakan pohon larangan. Lalu Allah menyerupakan itu kepada anak cucu Adam dengan sebab pengaruh buruk maksiat. Adam dan istrinya melakukan kesalahan dengan memakan pohon larangan, maka Allah menyerupakan itu terhadap keturunannya dengan sebab pengaruh buruk maksiat. Adam mengingkari bahwa ia telah memberikan sebagian umurnya kepada cucunya Dawud, maka Allah meyerupakannya kepada keturunannya dengan sebab pengaruh buruk maksiat.
( Diterjemahkan Oleh Ustadz Bambang Abu Ubaidillah dari kitab Syu’mul Ma’shiyah Wa Atsaruhu Fi Hayatil Ummah Minal Kitab Was Sunnah karya Abdullah bin Muhammad as Sadhan )
Makassar, 26 Oktober 2019
______________________
[1] Kitab Adabud Dunya Wad Din karya Mawardiy hal. 260
[2] Karena asalanya memang Iblis tidak mau bertaubat hingga Allah tidak mengampuni dosanya. Jika ia bertaubat maka Allah adalah Dzat Yang Maha Pemberi taubat dan Maha Penyayang. Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman,
“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal shalih, kemudian mengikuti jalan yang lurus” (QS. Thaha: 82)
[3] Lihat Al Fawaid karya Ibnul Qayyim halaman 205
Diriwayatkan oleh Imam Muslim / Mukhtashar Shahih Muslim oleh al Mundziri nomor 864 halaman 219 dan kalimat tersebut adalah bagian dari lafadz hadits.
[4] Lihatlah Shahihut Tirmidzi karya Syeikh al Baniy 3/53