Sudah menjadi sunnatullah perang antara pengikut kebenaran dan pengikut kebatilan sejak dahulu hingga sekarang. Pengikut sunnah berusaha memperjuangkan sunnah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- dan memerangi mereka yang melecehkannya, sedangkan pengikut bid’ah berusaha menghalangi segala usaha menghidupkan sunnah Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam-. Salah satu ciri pengikut kebatilan adalah bencinya mereka kepada Sunnah dan ulama sunnah. Mereka tidak senang jika sunnah dihidupkan, namun sebaliknya mereka sangat bergembira jika bid’ah dilestarikan.
-
Berkata Ibnul Qaththan -rahimahullah- : “Tidak ada di dunia ini seorang ahli bid’ah melainkan sangat membenci Ahli Hadits.” (Aqidah Salaf Ash Shabuni 102 nomor 163)
Kebencian mereka ini mungkin disebabkan ketidaktahuan mereka terhadap sunnah atau karena mereka mengikuti hawa nafsu. Allah –subhanahu wata’ala- berfirman tentang mereka:
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلا
“Bagaimana pendapatmu tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai sesembahan. Apakah kamu dapat melindunginya ?” [QS. Al Furqan: 43]
Ayat ini menerangkan tentang adanya manusia yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tolok ukur yang selalu dia ikuti. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhu-:
ذلك الكافر اتخذ دينه بغير هدى من الله ولا برهان، والمعنى هو مطواع لهوى النفس، يتبع ما يدعوه إليه فكأنه يعبده كما يعبد الرجل إلهه
“Itu adalah orang kafir yang mengambil agamanya bukan dari petunjuk dan keterangan dari Allah –subhanahu wata’ala-. Artinya dia sangat mengikuti hawa nafsunya, mengikuti segala yang diseur oleh hawa nafsunya, jadi seakan-akan orang itu menyembah hawa nafsunya seperti orang yang menyebah sesembahannya”. [Fath al bayan Fi Maqashid al Qur’an karya Shiddiq Hasan Khan: 12/428]
Demikian pula kondisi pelaku bid’ah yang mengikuti hawa nafsu dan meninggalkan petunjuk dari al Qur’an dan Sunnah. Sehingga iapun membenci sunnah dan para pembawa sunnah. Namun kebencian mereka tidak akan membahayakan sunnah dan Ahlussunnah. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (nomor: 1920) dari Tsauban –radhiyallahu ‘anhu- bekas budaknya Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- disebutkan:
-
لا تزالُ طائفةٌ من أمَّتي ظاهرينَ علَى الحقِّ ، لا يضرُّهم مَن خذلَهُم ، حتَّى يأتيَ أمرُ اللَّهِ وَهُم كذلِكَ
“Akan senantiasa ada dari ummatku sekelompok manusia yang menampakkan kebenaran. Tidak membahayakan mereka oarng yang membenci mereka hingga datangnya hari kiamat” [HR. Muslim]
Hadits ini menerangkan bahwa kebaikan akan senatiasa ada dan takkan terputus hingga hari kiamat. Ini adalah berita dari nabi bahwa akan selalu ada orang-orang yang mengajak kepada kebenaran. Kelompok ini akan senantiasa ditolong oleh Allah –ta’ala- dari kebencian manusia dan permusuhan mereka. Pertolongan ini datang disebabkan kekokohan mereka dalam berpegang dengan sunnah (baca disini). Ada yang berpendapat bahwa mereka adalah ulama dan ahli fikih, ada pula yang berpendapat bahwa mereka adalah ahli hadits. Namun kelompok ini akan selalu ada, mereka berpegang kepada sunnah dimanapun mereka berada walaupun semua orang membencinya. Kebencian mereka tidak akan ada artinya bersamaan dengan kecintaan Allah kepada mereka.
Hadits ini memberikan faidah keutamaan bersabar dank ooh diatas sunnah, kebenaran, dan beramal dengan keduanya. Juga ada pelajaran agar kita senatiasa bersama dengan mereka yang mengikuti sunnah karena mereka akan sentiasa berada dalam pertolongan Allah –subhanahu wata’ala-.
-
Kita berharap agar kebencian ahli bid’ah kepada sunnah dan para pembawanya akan berubah menjadi kecintaan. Dan tentunya dengan dakwah secara hikmah kepada mereka.
Abu Ubaidillah al-Atsariy
Selesai ditulis Di kediaman kami Kompleks Tanwirussunnah Kab. Gowa menjelang Isya’ pada 01 Rabi’ul Awwal 1437H (12 desember 2015)