Islam agama sempurna dan paripurna. Lengkap dan tidak ada yang tidak dijelaskan dalam Islam, baik melalui indahnya ayat-ayat al Qur’an ataupun melalui terangnya penjelasan hadits yang suci. Allah subhanahu wata’ala berfirman,
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri” (QS. An Nahl: 89)
Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meninggalkan kami dan tidak ada seekor burung pun yang mengepakkan sayapnya di udara, kecuali beliau telah menyebutkan ilmunya kepada kami” (HR. Ath Thabrani dalam al Mu’jam al Kabir (1647) dishahihkan oleh Syeikh al Bani dalam ash Shahihah no. 1803)
Demikian penjelasan dua sumber hukum dalam Islam yang menunjukkan lengkap, sempurna, dan jelasnya agama kita.
Pandangan Islam Tentang Air
Termasuk perkara yang telah dijelaskan oleh Islam adalah hal-hal yang berhubungan dengan air. Ini karena manusia tidak bisa lepas dari air. Manusia butuh makan, minum, mandi, berwudhu, istinja’, dan lain-lain.
Islam memiliki beberapa pandangan terhadap segala yang berhubungan dengan air, di antaranya:
Hukum Asal Air Adalah Suci
Ini adalah kaidah yang sebutkan oleh para ulama ahli fikih yang diambil dari dalil al Qur’an dan sunnah. Jadi semua air yang turun dari langit atau keluar dari dalam bumi, maka itu hukumnya suci. Tidak boleh dihukumi najis sampai adanya keterangan yang menyebutkan najisnya. Apakah keterangan itu datang dari dalil yang menjelaskannya atau mungkin karena kita melihat dengan kepala sendiri atau pemberitahuan orang lain yang terpercaya bahwa air yang kita gunakan adalah najis. Diantara sumber kaidah ini adalah firman Allah ta’ala,
“Dan Kami turunkan dari langit air yang suci dan menyucikan” (QS. Al Furqan: 48)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda
“Sesungguhnya air itu suci dan menyucikan tidak ada sesuatu yang bisa menajiskannya” (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad)
Dua dalil ini menunjukkan bahwa asal air itu suci dan menyucikan dan tidak ada yang bisa menajiskannya, kecuali benda najis yang mencampurinya dan merubah salah satu dari sifatnya yaitu baunya, rasanya, atau warnanya. Sebagaimana ini adalah konsensus para ulama ahli fikih. Ayat 48 dari surah al Furqan diatas menunjukkan bahwa semua air yang turun dari langit adalah thahur (suci dan menyucikan), atau disebut air muthlaq. Seperti air hujan, air embun, air salju, dan semua air yang turun dari langit.
Adapun hadits yang kita sebutkan diatas bermakna bahwa semua air hukum asalnya adalah suci dan menyucikan. Sehingga bisa dipakai bersuci. Baik wudhu, mandi, atau membersihkan najis.
Keyakinan Tidak Bisa Dihilangkan Oleh Keraguan
Kaidah ini adalah kaidah untuk memutuskan perkara dalam syariat kita, ketika kita ragu tentang sucinya sesuatu, air atau yang lainnya. bisa juga digunakan untuk memutuskan ketika kita ragu akan batal atau tidaknya ibadah kita. Kaidah ini diambil dari dalil syariat kita. Seperti apa yang Nabi jelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan yang lainnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada cucunya al Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhuma
“Tingggalkan apa yang diragukan kepada perkara yang tidak meragukan” (HR. Tirmidzi, an Nasa’i, ad Darimi, Ahmad)
Juga ada hadits yang lain disebutkan ketika Nabi ditanya tentang orang yang sedang shalat kemudian dia merasakan ada sesuatu yang mengganggu perutnya. Artinya ia ragu apakah ia buang angin atau tidak, maka Nabi shallallahu ‘ala ini wasallam bersabda,
“Jangan dia batalkan shalatnya hingga ia mendengar suara (buang angin) atau ia mencium baunya” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Dalil-dalil ini mengajarkan kepada kita, agar apa yang telah kita yakini tidak kita ragukan hingga adanya keterangan yang jelas. Seperti ketika seorang yang memiliki air yang dia yakini suci, kemudian dia tinggalkan air tersebut beberapa saat. Muncullah keraguan kemungkinan airnya dimasuki benda najis. Maka orang tersebut harus membangun keputusannya diatas kaidah kita ini, yaitu hukum asal air adalah suci hingga ia pastikan atau melihat langsung, atau mendapat info yang menyakinkan bahwa air itu najis. Jika ia ragu, maka ia kembali kepada keyakinannya bahwa airnya suci.
Pembagian Air
Walaupun air itu adalah semua benda yang cair, namun ternyata air itu memiliki pembagian jika dilihat dari sisi bisa digunakan bersuci atau tidak. Para ulama berbeda pendapat tentang pembagian air. Ada yang membagi air menjadi dua dan ada pula yang membaginya menjadi tiga. Ulama yang membagi dua mereka membaginya menjadi:
- Air Thahur ( آلطّٓهُوْرُ ) atau biasa juga disebut dengan air Mutlaq
Yaitu air yang masih berada pada kondisi seperti pertama kali diciptakan Allah. Yaitu setiap air yang keluar dari tanah dan turun dari langit sebagaimana yang telah diterangkan sebelumnya. Air inilah yang bisa digunakan untuk bersuci.
- Air Najis
Yaitu air yang bercampur dengan benda najis dan memberi pengaruh pada salah satu sifatnya, yaitu berubah warna, bau, atau rasanya. Air jenis ini tidak bisa digunakan untuk bersuci.
Ada juga ulama yang menambah pembagian air kepada jenis yang ketiga selain dua bagian diatas, yaitu
- Air Thahir ( آلطّٓاهِرُ )
Yaitu air yang suci namun tidak bisa menyucikan. Seperti air yang bercampur dengan benda suci dan benda tadi mendominasi air. Seperti air teh, air kopi, air sirup, dan sejenisnya. Air ini suci karena bisa diminum, namun tidak bisa dipakai bersuci.
Demikian sekilas keindahan Islam tentang serba-serbi air yang menunjukkan bagaimana agama ini memberikan perhatian yang besar kepada persoalan kebersihan yang dalam hal ini disebut thaharah. Semoga bisa menjadikan kita semakin cinta dengan agama ini.
Abu Ubaidillah al Atsariy | Makassar, 11 Rajab 1438 atau 08 April 2017