Sering kita melihat banyak dari kaum muslimin tergesa-gesa dalam melakukan shalat. Terkadang ketika berdiri membaca surah al Qur’an setelah al Fatihah, ia membaca surah yang panjang. Artinya ia berdiri lama walau terkadang surah yang ia baca nampak tergesa-gesa. Anda bisa melihat hal itu ketika shalat Shubuh di hari Jum’at. Sebagian imam masjid membaca surah as sajadah di rekaat pertama dan al Insan di rekaat kedua. Namun ketika ruku dan sujud ia Nampak tergesa-gesa atau kurang tuma’ninah. Tentu tidak semua imam masjid seperti itu. Dalam sebuah hadits disebutkan dari al Barra bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhuma ia berkata,
“Aku memperhatikan shalat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan aku dapati berdiri beliau (dalam shalat), ruku’ lalu i’tidal beliau setelah ruku, serta sujud, duduk diantara dua sujud, lalu sujud beliau, serta duduk beliau seletah salam hingga berpaling (menuju rumah beliau), itu semua hampir sama (waktunya)”[1]
Dalam riwayat Imam Bukhari rahimahullah disebutkan:
“Selain berdiri (ketika membaca surah) dan duduk (tasyahhud) itu semua hampir sama”
Penjelasan Ulama
Diantara para ulama yang menjelaskan hadits ini adalah Syeikh Abdulllah bin Abdirrahman al Baasam rahimahullah, beliau berkata: “Al Barra bin ‘Azib[2] menggambarkan sifat shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia menyebutkan bahwa shalat Rasulullah itu hamper sama lamanya dan seimbang. Berdirinya untuk membaca surah, duduknya untuk tasyahhud hampir sama lamanya dengan ruku’, I’tidal, dan sujudnya. Contohnya beliau tidak pernah memanjangkan berdiri lalu meringankan ruku’, atau memanjangkan sujud kemudian meringankan berdiri, atau duduk. Bahkan beliau menjadikan setiap rukun shalat seirama dengan rukun yang lainnya. Ini bukan berarti bahwa duduknya untuk tasyahhud sama ukurannya dengan ruku’ untuk sujud. Tapi maknanya adalah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tidak meringankan satu rikun lalu memberatkan rukun yang lainnya. Karena dimaklumi bahwa bardiri dan duduk tasyahhud lebih lama dari rukun yang lainnya. Sebagaimana yang disebutkan dalam tambahan riwayat dari hadits Bukhari” [Taisirul Allam Syarh ‘Umdatul Ahkam: 1/239, pada penjelasan hadits ke 85]
Syeikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah menjelaskan beberapa faidah dari hadits ini diantaranya:
- Semangat para sahabat radhiyallahu ‘anhu dalam mencermati tatacara shalat Rasulullah ‘alaish shalatu wassalam supaya mereka bisa mengikuti sifat shalat Beliau dan bisa menyebarkannya kepada ummat.
- Disyariatkan antara ruku’, berdiri setelah ruku’, sujud, dan duduk antara dua sujud mirip dari sisi panjang dan pendeknya.
- Disyariatkan imam duduk antara salam dan berdiri untuk meninggalkan shalat seukuran dengan lamanya ruku dan sujud. [Tanbihul Afham Syarh ‘Umdatul ahkam: 1/201].
Mari mengambil pelajaran
Dari keterangan di atas, kita bisa mengambil pelajaran dari tatacara shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau adalah nabi yang Allah utus untuk mengajarkan syariat atau ibadah. Sehingga tatacara ibadah beliau adalah cara yang paling sempurna. Anda bisa melihat bagaimana gambaran shalat yang dilakukaukan oleh sebagian besar kaum muslimin di negeri ini. Cepat, tak tuma’ninah, tergesa-gesa, dan tidak berusaha menghayati setiap gerakan shalat yang mereka lakukan. Semoga kita bisa mencontoh Rasulullah dalam hal ini dan terhindar dari sifat orang munafik yang Allah subhanahu wata’ala sebutkan:
“Sungguh orang-orang Munafik hendak menipu Allah, padahal merekalah yang Allah tipu. Jika mereka berdiri untuk shalat, maka mereka berdiri dengan malas dan ingin diperlihatkan (shalatnya) kepada manusia, dan mereka tidak berdzikir kecuali hanya sedikit” [QS. An Nisa: 142].
Selesai tulisan ini pada 02 Dzulqa’da 1437H/04 agustus 2016 dan disampaikan materi ini pada Kajian Rutin Masjid Nurul Jamil, Makassar. Disetiap malam Jum’at ba’da maghrib hingga Isya.
_______
[1] Hadits ini di keluarkan oleh Imam Bukhari pada nomor hadits: 792, 801, 820, dan Imam Muslim pada nomor hadits 471.
[2] Beliau adalah Al Barra bin ‘Azib bin al Harits al Anshariy al Ausiy radhiyallahu ‘anhu. Beliau mengikuti perang Uhud dan perang-perang setelahnya, namun tidak sempat mengikuti perang Badar karena beliau ketika itu masih kecil. Beliau pindah ke Kufah dan meninggal di sana pada tahun 72H.