Iman adalah tingkatan agama yang kedua setelah tingkatan Islam. Islam lebih umum daripada Iman dari sisi kaum muslimin. Tidak semua muslim itu mu’min tapi setiap mu’min pasti muslim. Jadi jumlah orang beriman lebih sedikit dibandingkan muslim. Iman secara bahasa bermakna membenarkan, dan menurut definisi dalam syariat kita Iman itu adalah Ucapan dengan lisan, keyakinan dalam hati, dan amalan dengan dengan perbuatan, bisa bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kedurhakaan. Jadi amalan termasuk dari dari definisi iman. Inilah definisi yang disepakati oleh Ahlussunnah Wal Jama’an. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anjuran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Iman itu ada 70 cabang lebih atau 60 cabang lebih. Yang paling utama dari cabang iman adalah kalimat La Ilaha Illallah dan paling rendahnya adalah menghilangkan gangguan dari jalan. Dan rasa malu adalah bagian dari iman. (HR. Bukhari (9), Muslim (35))
Menghilangkan gangguan dari jalan adalah perbuatan badan, dan Nabi memasukkannya sebagai bagian dari iman. Ini artinya perbuatan adalah bagian dari iman.
Iman adalah keyakinan, Ucapan, dan Perbuatan
Demikian pula iman itu bukan sekedar keyakinan, namun juga ucapan lisan. Seorang yang beriman harus mengikrarkan keimanannya dengan lisannya. Karena paman Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu Abu Thalib yakin dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah, namun beliau tidak mengikrarkan keimanannya dengan lisannya. Demikian pula iman butuh di yakini dengan hati. Karena orang munafik mengucapkan iman dengan lisannya namun hatinya mengingkarinya. Allah ta’ala berfirman,
“Mereka mengucapkan dengan lisannya apa yang tidak ada dalam hati mereka” (QS. Al Fath: 11)
Iman bisa bertambah dan berkurang
Bertambahnya iman itu karena ketaatan. Ketaatan menyebabkan iman bertambah.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal” (QS. Al Anfal: 2)
Ayat ini menunjukkan bahwa iman bisa bertambah. Dan jika bisa bertambah, maka konsekuensinya berarti bisa berkurang. Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.
Rukun Iman
Iman memiliki rukun dan cabang. Rukun Iman adalah sesuatu yang membangun iman. Jadi rukun iman harus ada dan tidak boleh hilang. Jika ada salah satunya hilang, maka keimanan seseorang akan hilang dan runtuh. Berbeda dengan cabang iman yang berfungsi sebagai pelengkap dan penyempurna iman. Ketika ada seorang muslim melakukan maksiat, dosa, dan durhaka kepada Allah selain dari rukun iman, maka iman orang tersebut masih ada menurut ahlussunnah wal jamaa’ah. Artinya orang yang melakukan dosa besar seperti mencuri, berzina, membunuh, minum khamr, dan dosa lainnya, maka orang tersebut masih dikatakan mukmin tapi berkurang imannya karena dosanya.
Allah subhanahu wata’ala berfirman,
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An Nisa: 48)
Ayat ini menunjukkan bahwa dosa selain kesyirikan walaupun dosa besar tidak mengeluarkan pelakunya dari agama Islam, dan masih ada kemungkinan diampuni oleh Allah ta’ala.
Ini berbeda dengan pendapat Khawarij, dan Mu’tazilah yang mengkaitkannya orang-orang yang melakukan dosa besar. Menurut Khawarij pelaku dosa besar kafir dan kekal di dalam neraka. Pemahaman inilah yang dipahami oleh para teroris sehingga mereka menghalalkan darah aparat pemerintah seperti polisi, TNI, dan lainnya karena mereka anggap aparat tersebut telah melakukan dosa besar dan dianggap kafir. Adapun kelompok u’tazilah mereka berpendapat bahwa pelaku dosa besar telah keluar dari Islam, namun mereka tidak mengatakan bahwa pelaku dosa besar itu kafir. Jadi keluar dari Islam tapi tidak kafir. Bingung kan…??
Mereka mengatakan bahwa pelaku dosa besar mereka berasa diantara dua posisi, bukan kafir dan bukan mukmin atau dikenal dalam istilah ilmu aqidah dengan Manzilah baina manzilatain.
Rukun iman ada enam yaitu:
- Iman kepada Allah
- Iman kepada Malaikat Allah
- Iman kepada Kitab-kitab Allah
- Iman kepad Rasul-rasul Allah
- Iman kepada hari akhir
- Iman kepada takdir baik dan takdir buruk
Itulah rukun iman yang menjadi pondasi dari keimanan seorang mukmin dan jika diingkari salah satunya, maka orang tersebut telah keluar dari agamanya.
Rasulullah shallallahu ‘ala ini wasallam ketika ditanya oleh malaikat tentang makna iman, beliau menjawab
‘Engkau beriman kepada Alloh, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada utusan-utusan Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sumber:
Syarh al Ushul atas Tsalatsah karya DR. Shalih al Fauzan dengan penjelasan dan tambahan dari Abu Ubaidillah al Atsariy.