Setelah peristiwa turunnya wahyu di Goa Hira, maka wahyupun berhenti beberapa hari. Ini membuta Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersedih dan berduka. Namun disisi lain ini membuat rasa takut beliau berangsur-angsur hilang dan semakin siap dan kuat jika wahyu kembali turun.
Setelah beliau selesai menemui Waraqah bin Naufal, maka beliau kembali mengasingkan diri dan beribadah di Goa Hira sambil menyelesaikan sisa waktu bulan Ramadhan. Ketika selesai bulan Ramadhan beliaupun turun dari goa Hira seperti biasa pada shubuh hari yang sunyi di bulan Syawal.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bercerita :
Ketika aku berada di sebuah lembah, tiba-tiba ada suara yang memanggilku. Akupun menoleh ke kanan, namun aku tak melihat apa-apa. Aku menengok ke kiri, juga aku tak melihat sesuatupun. Aku melihat kearah depan juga tidak ada yang aku lihat, aku coba melihat ke belakangku, akupun tak mendapati apapun. Ketika aku mengangkat kepalaku ke atas, maka akupun melihat malaikat (Jibril) yang pernah datang ke Goa hira. Dia duduk diatas kursi yang berada antara langit dan bumi. Akupun merasa takut dan terjerambah ke tanah. Lalu aku mendatangi Khadijah dan mengatakan kepadanya, “Selimuti aku, selimuti aku, selimuti aku, tuangkan air dingin kepadaku”. Setelah itu turunlah wahyu,
“Wahai orang yang berselimut ! bangunlah, lalu beri peringatan, dan agungkanlah Rabb mu, bersihkan pakaianmu, dan tinggalkan perbuatan dosa (menyembah berhala)” (QS. Al Muddatstsir: 1-5)
Turunya wahyu kedua ini sebelum di wajibkannya shalat. Setelah itu wahyu turun secara berurutan.
Dimulainya Dakwah
Setelah turunnya QS. Al Muddatstsir: 1-5 maka dakwah pun mulai dikibarkan. Nabi shallallahu ‘ala ini wasallam berdakwah kepada kaumnya yang dikenal kasar. Mereka menyembah berhala dan tidak memiliki dalil dari perbuatan mereka kecuali ikut-ikutan (taqlid) kepada tradisi nenek moyang mereka. Mereka tak punya akhlak kecuali kemulyaan dan kesombongan. Mereka tak punya cara menyelesaikan persoalan kecuali dengan pedang.
Kaum inilah yang akan Nabi hadapi, merekalah yang akan Nabi dakwahi. Kita bisa membayangkan betapa sulitnya awal dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sesulit apapun dakwah kita di hari ini tidak akan segera dakwah para Nabi terkhusus Rasulullah Muhammad ‘alahi shalatu wassalam. Diriwayatkan dari Mush’ab bin Sa’ad dari Bapaknya ia berkata:
“Wahai Rasulullah siapa manusia yang paling berat ujiannya ? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Para Nabi, kemudian orang-orang yang semisal mereka dan semisal mereka. Lalu akan diuji seseorang sesuai dengan kadar agamanya. Jika agamanya kuat, maka dia akan diuji dengan ujian berat, dan jika agamanya ringan, ujiannya akan sesuai dengan kadar agamanya. Ujian ini tidak akan berhenti pada seorang hamba, hingga ia berjalan di bumi tanpa punya kesalahan” (HR. Tirmidzi No. 3298, Ibnu Majah No. 4023, Ad Darimi No. 2825, dan Ahmad No. 1481, 1494, 1555, 1607)
Sehingga dakwah beliau dimulai dengan sembunyi-sembungi. Ini bukan karena beliau takut, namun lebih kepada strategi dakwah sebagai contoh bagi ummat ini. Beliau mengawali dakwahnya kepada orang-orang yang diyakini sebagai orang yang terpercaya, terkenal kebaikannya, menerima kebenaran, dan bisa segera menyambut dakwan beliau shallallahu alaihi wasallam yang teranggap baru di masa itu. Nabi mengutamakan dakwah kepada keluarga, sahabat dan teman-teman beliau.
Siapa mereka-mereka yang menyambut dakwah Rasulullah ?
Nantikan edisi berikutnya….
Disarikan dari kitab Raudhatul anwar karya Syeikh Shafiyur Rahman al Mubarakfuriy
- Abu Ubaidillah al Atsariy | Ba’da Shubuh 18 Rajab 1438 / 15 April 2017