Kebiasaan sebagian kaum muslimin di akhir tahun terutama tahun hijriyah adalah membaca do’a tertentu dengan anggapan bahwa hal tersebut ada Sunahnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Apakah ritual ini benar ada dalam syariat kita ?
Dr. Bakr Abu Zaid Rahimahullah – Pengajar di Masjid Nabawi pada 1390 – 1400 H, dan anggota Majma’ al-Fiqhi al-Islami di bawah Rabithah Alam Islamiyah – (W 1429 H) mengatakan,
Tidak terdapat dalil dalam syariat yang menyebutkan tentang doa atau dzikir akhir tahun. Masyarakat membuat-buat kegiatan doa, mereka susun kalimat-kalimat doa, yang sama sekali tidak diizinkan dalam syariat. Doa semacam ini murni bukan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak ada dasarnya. (Tashih ad-Dua, hlm. 108).
Tambahan keterangan
Tahun hijriyah sebenarnya belum ada dimasa Nabi. Tahun hijriyah baru ditetapkan pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab.
Abu Musa –radhiyallahu ‘anhu– mengatakan:
“Telah datang kepada kami beberapa surat dari amirul mukminin, sementara kami tidak tahu kapan kami harus menindaklanjutinya. Kami telah mempelajari satu surat yang ditulis pada bulan Sya’ban. Kami tidak tahu, surat itu Sya’ban tahun ini ataukah tahun kemarin.”
Kemudian Umar mengumpulkan para sahabat di Madinah, dan beliau meminta,
“Tetapkan bagi masyarakat suatu (tahun) sebagai acuan yang bisa mereka ketahui.”
Ada yang usul, kita gunakan acuan tahun bangsa Romawi. Namun usulan ini dibantah, karena tahun Romawi sudah terlalu tua. Perhitungan tahun Romawi sudah dibuat sejak zaman Dzul Qornain. ( Mahdhu ash-Shawab, 1/316, dinukil dari Fashlul Khithab fi Sirah Ibnil Khatthab, Dr. Ali Muhammad ash-Shalabi, 1/150)
Kesimpulan
Do’a atau ibadah khusus pada pergantian tahun tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat. Adapun penetapan tahun di zaman Umar bin khattab lebih terkait dengan masalah administrasi dan bukan ibadah khusus. Sehingga tidak ada ibadah khusus baik do’a atau yang lainnya berkaitan dengan pergi dan datangnya tahun baru.
Adapun do’a awal dan akhir tahun yang tersebar di tengah masyararakat -sepengetahuan kami (wallahu a’lam)- tidak berasal dari riwayat yang bisa dipercaya menurut para ulama ahli hadits.