Isti’anah artinya meminta pertolongan atau bantuan. Yaitu meminta pertolongan kepada Allah subhanahu wata’ala dalam perkara dunia dan akhirat. Isti’anah adalah salah satu bentuk ibadah kepada Allah ‘azza wa jalla yang tidak boleh diminta kepada selain-Nya. Allah subhanahu wata’ala berfirman,
“Hanya kepadaMu kami beribadah dan hanya kepadaMu kami meminta pertolongan” [QS. Alfatihah: 5]
Ayat ini menerangkan bahwa kita hanya meminta pertolongan kepada Allah.
Makna kalimat “Hanya kepadaMu kami beribadah” yaitu kami tidak akan beribadah kecuali hanya kepada-Mu. Maka dalam ayat ini seseorang membatasi ibadahnya hanya kepada Allah subhanahu wata’ala. Adapun makna kalimat “hanya kepadaMu kami meminta pertolongan” adalah membatasi pertolongan hanya kepada Allah saja. Dan ini dalam perkara-perkara yang tak mampu dilakukan selain Allah. Dalam kalimat ini ada keterangan berlepas dirinya seseorang dari semua daya dan kekuatan. Manusia tak punya kekuatan dan tak mampu melakukan sesuatu kecuali dengan bantuan Allah subhanahu wata’ala. Inilah tujuan puncak peribadatan. Yaitu ketika seseorang berlepas diri dari kesyirikan dan kekuatan dan daya upaya selain dari Allah subhanahu wata’ala.
Mengapa Demikian ?
Karena Isti’anah adalah ibadah yang paling agung yang di dalamnya terkandung dua pokok, yaitu percaya kepada Allah dan menyandarkan diri kepada-Nya. Maka jika seoarang muslim beristi’anah kepada selain Allah, maka ia telah menduakan Allah dalam ibadah isti’anah. Ini dalam perkara yang seseorang tidak bisa melakukannya selain Allah ta’ala. Atau seseorang meminta pertolong kepada sesuatu yang tidak bisa apa-apa. Seperti meminta pertolongna kepada orang yang telah meninggal, atau benda-benda mati seperti batu, jimat, dan lain-lain. Maka ini semua adalah bentuk kesyirikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Jika engkau meminta pertolongan, maka mintalah hanya kepada Allah” [HR. Tirmidzi (2516), Ahmad (1/307, 1/303, 1/293]
Bolehkan Meminta Tolong Kepada Manusia Dalam Hal Yang Ia bisa Lakukan ?
Iya ini perkara yang dibolehkan. Seperti meminta bantuan mengangkatkan barang, atau meinjam uang, atau yang lain yang bisa dilakukan oleh seseorang. Karena Isti’anah meminta bantuan bisa kita rinci menjadi 5 bagian:
- Meminta pertolongan kepada Allah, yaitu isti’anah yang terkandung padanya rasa merendahkan diri seorang hamba kepada Rabbnya, menyerahkan penuh urusannya kepada Allah, dan meyakini hal itu sudah mencukupinya. Maka isti’anah dengan model ini tidak boleh diberikan kepada selain Allah.
- Meminta pertolongan kepada seseorang yang mampu ia lakukan. Maka ini tergantung jenis permintaan yang ia minta. Jika permintaannya dalam hal kebaikan, maka hal itu boleh-boleh saja, bahkan disyariatkan. Namun jika permintaannya dalam hal kejelekan dan dosa, maka hal tersebut tidak diperbolehkan.
- Meminta pertolongan kepada orang yang masih hidup, ada dihadapan kita, namun tak mapu melakukan permintaan kita. Maka ini adalah kesia-siaan. Seperti meminta kepada seorang yang buta untuk membaca.
- Meminta kepada orang yang telah meninggal atau yang masih hidup dalam perkara-perkara ghaib yang tak mampu ia sentuh dengan panca indranya. Seperti minta dilancarkan rezekinya, atau dihindarkan dari bahaya, dan lain-lain. Maka ini adalah kesyirikan. Karena haik tersebut tidak akan dilakukan oleh seseorang kecuali jika ia menyakini bahwa yang mereka mintai pertolongan mampu mengendalikan keadaan atau mengatu alam.
- Meminta pertongan dengan perantaraan amalan, dan sesuatu yang Allah cintai, maka ini adalah perkara yang disyariatkan sesuai perintah Allah ‘azza wa jalla. Allah berfirman:
“Minta pertolonganlah kalian dengan sabar dan shalat” [QS. Al Baqarah: 153]
Rujukan
- Hasyiyah Tsalatsatil Ushul karya Abdurrahman bin Muhammad al Qahthaniy.
- Syarh Tsalatsatil Ushul karya Syeikh Shalih al Fauzan
- Al Jami’ al Kabir karya Muhammad bin Isa at Tirmidzi
- Syarh Tsalatsatil Ushul karya Syeikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin.
Selesai pada pada 16 Muharram Muharram 1438H di ruang kerja AbuUbaidillahCom