Anak adalah amanah dari Allah yang dititipkan kepada kita. Setiap anak yang terlahir dari rahim ibunya keluar dalam keadaan suci di atas fitrahnya. Allah menitipkan anak-anak itu kepada orangtuanya dalam keadaan baik dan diatas fitrahnya. Ini Nampak dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanya yang menjadikannya Yahudi, Nashrani, atau Majusi” [HR. Bukhari no. 1385]
Ini berarti orangtua adalah “penentu” shalih atau tidak, baik atau tidak dari anak-anaknya. Tentu dengan izin Allah ‘azza wa jalla.
Indonesia Darurat Kenakalan Anak
Beberapa bulan yang lalu santer diberitakan oleh media, bahwa Indonesia darurat kenakalan anak. Obat terlarang, tawuran, free sex, kekerasan antar remaja, genk motor, dan lain-lain yang tidak bisa disebut satu-persatu sudah menjadi dunia bagi anak-anak kaum muslimin. Seakan tidak aneh terdengar ketika ada ana SMP “nyabu” atau melakukan tindak kriminal. Ya..Indonesia darurat kenakalan anak. Pemerintah sendiri telah melakukan beberapa strategi untuk menangani fenomena ini, paling tidak mengurangi perkembangannya. Lalu apa berhasil ?
Semua yang dilakukan pemerintah tidak akan berhasil tanpa peran serta dan keaktifan setiap orang tua. Mengawasi, mendidik, membina, dan memberi contoh kebaikan kepada mereka. Orangtua adalah figur bagi anak-anaknya. Namun bagaimana bisa menjadi figur kalau orangtua sendiri tidak perhatian dengan amal shalih, ibadah, bahkan sibuk dengan dunianya sendiri. Shalat jarang, ngaji apa lagi, bersedekah boro-boro, menolong fakir miskin nggak kepikir. Pokoknya kerja, uang, kaya, dan menjadi orang paling berprestasi di kantor.
Peran Orangtua
Orangtua punya peran yang tidak bisa diremehkan dalam masalah penanggulangan kenakalan anak di Indonesia. Bahkan peranan orangtua sangat besar dan melebihi peranan para guru di sekolah. Kita tidak bisa hanya menyerahkan pendidikan anak-anak kita ke sekolah atau mungkin pesantren tanpa kita kontrol dan ikut membantu sekolah ataupun pesantren dalam mendidik anak-anak. Peran orangtua ini sangat nampak pada hadits yang telah kita sebutkan di atas. Lihatlah kisah Nabi Musa ‘alaihissalam ketika mengikuti Khidir ‘alaihissalam yang mengungkapkan betapa contoh dan keshalihan orang tua memberi pengaruh kepada anak walau orangtua telah tiada. Disebutkan dalam al qur’an: “Maka keduanya (Musa dan Khidir) berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidir membangun dinding itu (kembali). Musapun berkata: “Jikalau kamu mau, niscaya kamu dapat mengambil upah untuk pekerjaanmu itu”[QS. Al Kahfi: 77]
Musa heran dengan tindakan Khidir membangun tembok yang hampir roboh di sebuah kampung yang penduduknya tidak mau menjamu mereka. Artinya Khidir membelas kejelekan mereka dengan kebaikan. Khidirpun menjelaskan maksud dari tindakannya: “Adapun dinding rumah itu adalah milik dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shalih, maka Rabbmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Rabbmu” [QS. Al Kahfi: 82].
Ternyata keshalihan orangtua sangat berperan besar bagi kebaikan anak-anak kita, baik ketika kita masih hidup atau telah meninggal.
Jangan Lupa Do’akan Dia
Selain contoh yang baik dari orangtua, pengawasan, dan pendidikan dengan berbagai teorinya, maka orangtua juga butuh untuk selalu berdo’a kepada Allah demi kebaikan dan keselamatan anak-anaknya dari kenakalan. Ini karena hidayah ada di tangan Allah. Dialah yang menentukan dan memberi taufiq kepada hamba-hambaNya. Allah ‘azza wa jalla berfirman tentang ucapan Nabi Nuh kepada ummatnya:
“Dan tidaklah bermanfaat kepadamu nasihatku jika aku hendak memberi nasihat kepada kamu, sekiranya Allah hendak menyesatkan kamu, Dia adalah Rabb mu dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan” [QS. Hud: 34]
Itulah makna hidayah yang ada disisi Allah. Kita minta hidayah untuk anak-anak kita agar Allah menjaga dan memperbaiki mereka. Karena sekedar teori pendidikan itu tidak cukup. Sampai-sampai para Nabi pun tidak mampu memberi hidayah kepada anak-anaknya. Lihatlah Nabi Nuh ‘alaihissalam yang mengajak anaknya agar beriman kepada Allah, namun Allah berkehendak lain. Nuh mengatakan: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir” [QS. Hud: 42]
Lalu apa yang terjadi ? Apakah anak Nabi Nuh mendengar nasehat bapaknya ? Anak Nabi Nuh menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata: “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang”. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan” [QS. Hud: 43]
Oleh karenanya do’akan kebaikan untuk anak kalian dan mintalah hidayah kepada Allah somoga ini menjadi solusi terhindarnya mereka dari kenakalan anak dan sebagai hadiah terindah untuk mereka.
“Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan anak keturunan kami sebagai penyejuk mata, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”[QS. Al Furqan: 74]
__________
Selesai Risalah ini di akhir Dzulqa’dah 1437 H atau akhir Agustus 2016 @ kediaman kami di Bontomarannu, Kabupaten Gowa – Sulawesi Selatan