Mengungkap keutamaan ilmu adalah perkara yang tidak mudah, karena ilmu agama ibarat samudra yang tak pernah habis airnya. Lautan luas yang tak pernah kering walau seluruh manusia meneguk kesegarannya. Itulah ilmu agama. Satu-satunya wariran Rosululloh –shallallohu ‘alaihi wasallam-. Namun disini kami hanya ingin menyampaikan sebagian kecil dari keutamaannya yang termaktub didalam alQur’an dan asSunnah, baik secara tersurat ataupun tersirat.
Alloh –subhanahu wata’ala- berfirman :
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
“katakanlah apakah sama orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui, sesungguhnya orang-orang berakallah yang mengambil pelajaran” (QS. Azzumar : 9)
Barkata Syeikh Nasir assi’di –rahimahullah- dalam tafsirnya ketika menfsirkan ayat ini :”apakah sama orang yang mengetahui robbnya, mengetahui syari’at agamanya dan balasannya, serta rahasia dan hikmah itu semua dengan orang yang sama sekali tidak mengetahui perkara tersebut sedikitpun ? tidak ! antara keduanya tentu tidak sama, seperti tidak samanya antara malam dan siang, antara cahaya dan kegelapan, dan antara air dan api. Sehingga hanya orang-orang berakallah yang mengambil pelajaran jika diperingatkan. Berakal maksudnya cerdas dan cendikia. Merakalah yang mengutamakan yang tinggi dari pada yang rendah, lebih mengutamakan ilmu daripada kebodohan, lebih mengutamakan ketaatan (kepada Alloh –pent-) daripada kedurhakaan, karena mereka memiliki akal yang membimbing mereka memandang jauh ke depan. Berbeda dengan mereka yang tidak memiliki hati dan akal fikiran serta menjadiakan hawa nafsunya sebagai sesembahannya…”. (Taisir kalimurrohman oleh syeikh assi’di hal : 720)
Maka perhatiakanlah wahai para pembaca –semoga Alloh merohmati kalian- bagaimana Alloh membedakan orang berilmu dan tidak berimu dengan perbedan yang sangat mencolok. Ini menunjukakan ilmu memiliki keutamaan disisi Alloh –subhanahu wata’ala-.
Keutamaan ilmu selanjutnya tergambar didalam firman Alloh –subhanahu wa ta’ala- pada surat al Mujadalah ayat 11.
….يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“..Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu diantara kalian dengan beberapa derajat, dan Alloh Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan” (QS. alMujadalah :11)
Berkata Imam ath Thobari “Alloh mengangkat derajat orang-orang yang diberikan ilmu dari kalangan orang beriman diatas orang beriaman yang tidak diberi ilmu disebabkan keutamaan ilmu mereka ketika mereka mengamalkan apa yang diperintahkan Alloh kepada mereka” (Tafsir ath Thobari Juz : 23 hal : 246)
Kalau kita perhatikan ucapan Imam ath Thobari diatas maka kita diingatkan dengan kisah Adam, ketika Alloh memerintahkan seluruh malaikat ( termasuk iblis) untuk sujud kepada Adam, setelah Adam menyebutkan nama-nama benda yang tidak mampu disebut oleh para malaikat. Itulah ilmu ! yang mampu mengangkat pemiliknya ke derajat yang tinggi sehingga malaikat pun diperintahkan sujud kepada Adam sebagai bentuk penghormatan terhadap beliau dan ilmunya.
Berkata Mutrof bin abdillah asy syikhir :” Keutamaan ilmu lebih aku sukai dari pada keutamaan ibadah..” (Tafsir ath Thobari Juz : 23 hal : 247)
Keutamaan ilmu agama selanjutnya adalah apa yang disabdakan Rosullulloh –shallallohu ‘alaihi wasallam- :
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الـْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang meniti jalan untuk menuntut ilmu agama maka Alloh akan memudahkan jalnnya menuju syurga” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Demikianlah Islam menghargai tiap usaha dalam meraih ilmu agama, yaitu dengan dimudahkannya penuntut ilmu masuk ke dalam syurga, sebagai balasan kesulitan dan kepayahan yang mereka alami ketika menuntut ilmu.
Ibnu Hajar –rohimahulloh- menyebutkan satu bab didalam kitabnya Fath al Bari yaitu bab Keluar dan bersafar dalam rangka menuntut ilmu. Lalu beliau menyebutkan kisah perjalanan Jabir bin abdillah al anshori, seorang sahabat yang mulia dalam rangka untuk mendapatkan satu hadits dari sahabat nabi yang lain yang belum pernah ia dengar dari nabi –shallallohu ‘alaihi wassalam-. Dikisahkan dari abdulloh bin Muhammad bin ‘aqil dia berkata bahwa ia mendengar dari Jabir bin ‘abdillah bercerita :”telah sampai kepadaku satu hadits dari seseorang yang ia dengar langsung dari rosululloh –shallallohu ‘alaihi wassalam- , maka aku membeli seekor onta lalu kutekatkan niat untuk melakukan perjalanan kepada orang tersebut selama satu bulan penuh sampai aku tiba di syam. Disana ada Abdulloh bin unais, lalu aku menunggu di depan pintu, aku katakan kepada (pembantunya) katakan kepadanya (abdulloh bin unais) bahwa Jabir menunggu di depan pintu, lalu abdulloh berkata :”apakah jabir bin abdillah ?. aku jawab :”benar !”. Abdulloh bin unaispun keluar dan memelukku. Aku (Jabir bin abdillah) berkata :” ada satu hadits yang saya dengar engkau mendengarnya dari nabi –shallallohu ‘alaihi wassalam- . Aku kwatir aku meninggal sebelum mendengarkannya (darimu). Maka abdulloh bin unais pun menceritakan haditsnya. (Fath al Bari Juz : 1 hal :174)
Maka lihatlah bagaimana seorang sahabat yang memahami arti sebuah ilmu dan keutamaannya, serta dimudahkannya para penuntutnya masuk kedalam syurga rela melakukan perjalanan satu bulan dengan segala kesulitan dan rintangan perjalanan demi mendapatkan satu hadits saja. Mungkin sulit kita bayangkan itu terjadi di zaman kita, rodhiyallohu ‘an jabir bin abdillah.
Riwayat terakhir yang ingin aku sampaikan kepada kalian tentang keutamaan ilmu adalah hadits Abu Hurairoh –rodhiyallohu ‘anhu- bahwa rosululloh –shallallohu ‘alaihi wassalam- bersabda :
إِذَا مَاتَ اِبْن آدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ أَوْ عِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ
“Apabila manusia meninggal maka terputuslah seluruh amalannya kecuali tiga perkara : shodaqoh jariyah atau ilmu yang dimanfaatkan, atau anak sholih yang mendo’akannya” (HR. Muslim)
Berkata Imam nawawi :”berkata para ulama hadits ini bermakna bahwa amalan seorang mayit akan terputus dengan kematiannya, dan terputus pula pahalanya, kecuali dalam tiga perkara. Sebabnya karena anak adalah hasil usaha orangtuanya, begitu juga ilmu agama yang ditinggalkan berupa pengajaran ataupun tulisan , juga shodaqoh jariyah yaitu wakaf” ( Syarh Shohih Muslim linnawawi Juz : 11, hal : 85)
Itulah tiga amalan yang takkan terputus pahahanya walaupu pelakunya telah meninggal dunia. Jadi ilmu akan terus menghasilkan pahala walaupun pemiliknya telah tiada. Barkata Ibnu Utsaimin –rohimahulloh- : ”termasuk keutamaan ilmu adalah bahwa ilmu akan kekal dan harta akan punah. Lihatlah sahabat nabi Abu Hurairoh –rodhiyallohu ‘anhu- yang termasuk sahabat termiskin dimana kadang ia terjatuh atau pingsan karena kelaparan. Sekarang aku Tanya kalian :”apakah Abu Hurairoh masih disebut-sebut namanya sampai sekarang atau tidak ? ya..beliau masing sering disebut namanya oleh manusia, maka Abu Hurairoh tetap mendapatkan pahala sampai sekarang kalau ada orang yang memanfaatkan hadits riwayatnya. Oleh karenannya maka ilmu itu kekal dan harta punah. Maka hendaklah kalian bersungguh-sungguh berpegang kepada ilmu agama wahai penuntut ilmu…” (Kitab al Ilmu syeikh Utsaimin hal :15).
Mudah-mudahan Allah memudahkan kita untuk meraih keutamaan ilmu.
(Ditulis oleh : Abu Ubaidillah Al Atsariy)