Puasa Tasu’a adalah puasa yang dilaksanakan pada tanggal 9 Muharram. Puasa ini disunnah untuk mendampingi puasa Asyura.
Imam Nawawiy rahimahullah berkata: “Para ulama dari kalangan syafi’i dan lainnya telah menyebutkan beberapa alasan dari hikmah disunnahkannya puasa Tasu’a, yaitu:
- Maksud puasa Tasu’a adalah menyelisihi orang-orang Yahudi yang hanya berpuasa pada tanggal 10 Muharram.
- Puasa Tasu’a bertujuan untuk menyambung puasa Asyura dengan satu puasa yang lain. Ini sama saatNabi melarang berpuasa di hari Jum’at saja. Dua pendapat ini dinyatakan oleh Al–Khaththabi dan yang lainnya.
- Dalam rangka kehati-hatian dalam berpuasa di tanggal 10 karena khawatir bilangan bulannya kurang hingga terjadi kesalahan dalam penanggalan. Sehingga tanggal 9 dalam bilangan tanggal tapi sebenarnya sudah tanggal 10.[1]
Sisi alasan yang paling kuat dari alasan di atas dari tujuan puasa Tasu’a adalah untuk menyelisihi Ahlul Kitab.
Syaikh Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Nabi melarang tasyabbuh (ikut-ikutan) kepada Ahli Kitab di banyak hadits, seperti sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam alaihi wasallam tentang puasa Asyura:
“Jika aku panjang umur hingga tahun depan, aku akan puasa pada tanggal 9 Muharram”[2]
Berkata Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah
“Keinginan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk melaksanakan puasa tanggal 9 Muharram bisa diartikan bahwa beliau tidak ingin hanya berpuasa tanggal 9 saja, tapi menggabungkannya dengan puasa tanggal 10 Muharram, baik sebagai bentuk kehati-hatian terhadap penetapan tanggal atau bentuk menyelisihi Yahudi dan Nashrani dan inilah yang pendapat yang paling kuat”[3]
Jadi puasa Tasu’a sangat penting untuk tetap dilakukan mendampingi puasa Asyura. Itu dikarenakan hikmah dari puasa tersebut sebagaimana disebutkan oleh para ulama.
_______
[1] Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab Karya An Nawawiy rahimahullah jilid 6 halaman 432
[2] Al-Fatawa al-Kubra jilid 6 halaman 175
[3]Fath al-Bari jilid 4 halaman 245