Mendampingi Anak Saat Gagal

“Jangan takut menemani anak saat ia gagal, keberadaanmu di sana mengajarkan nilai ketangguhan”

Orangtua punya peran penting dalam menjaga tumbuh kembang seorang anak. Dalam sebuah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Setiap anak dilahirkan di atas fitrah[1], maka kedua orang tuanya yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani, atau Majusi“ [2]

Hadits ini secara gamblang menerangkan bahwa anak punya potensi kebaikan sejak masih lahir. Tidak ada anak yang terlahir jahat atau berprilaku buruk. Kedua orangtua punya peran penting dalam membentuk karakter seorang anak.
Anak sejak masa pertumbuhannya butuh bimbingan, pengawasan, dan penguatan orangtuanya. Bayangkan bagaimana keadaan anak yang tidak didampingi orangtua. Namun sangat disayangkan anak-anak yang masih memiliki orangtua bak anak yatim yang tidak memiliki orangtua. Hakikat anak yatim adalah seorang anak yang punya orangtua, namun orangtuanya tidak mendampingi mereka dalam masa tumbuh kembangnya.

Satu diantara kondisi yang sangat penting seorang anak mendapat pendampingan orangtua adalah saat mereka gagal dalam aktivitas yang mereka lakukan. Jadi hal yang keliru saat mereka gagal malah disalahkan bahkan tidak diberi apresiasi atas usaha mereka. Ini membuat mereka takut melakukan hal yang baik sekalipun, karena takut gagal. Akhirnya mereka tidak punya cita-cita atau bahkan semangat. Disini sangat Nampak betapa penting orangtua menemani buah hatinya terutama saat mereka mengalami kegagalan.

Mari kita amati bagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membimbing agar seorang muslim tidak pesimis saat gagal, tapi optimis dan kembali bangkit. Melihat semua kegagalan sebagai taqdir yang sudah Allah tentukan dan tidak akan mungkin ada manusia yang bisa membatalkan taqdirNya. Ini membuat seorang bangkit dari kegagalan dan berusaha mencari taqdir Allah yang lain. Tak lupa ia meminta bantuan kepada Allah ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alai wasallam bersabda,

اَلْمُؤْمِنُ اَلْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اَللَّهِ مِنْ اَلْمُؤْمِنِ اَلضَّعِيفِ, وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ, اِحْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ, وَاسْتَعِنْ بِاَللَّهِ, وَلَا تَعْجَزْ, وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ: لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا, وَلَكِنْ قُلْ: قَدَّرَ اَللَّهُ وَمَا شَاءَ فَعَلَ, فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ اَلشَّيْطَانِ 

Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dari mukmin yang lemah, walaupun pada keduanya ada kebaikan. Bersemangatlah engkau melakukan yang bermanfaat untukmu, mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan pesimis. Jika ada sesuatu yang menimpamu, jangan mengatakan “seandainya aku lakukan begini, maka jadinya akan begini [3] atau begitu”. Namun katakanlah: “Allah telah menaqdirkannya dan apa yang Allah kehendaki, itulah yang Dia lakukan”. Karena kalimat “seandainya” akan membuka amalan syaithan”.

Perhatikan bagaimana hadits di atas memberi motivasi kepada setiap mereka yang gagal. Ini karena tak satupun manusia yang tidak pernah gagal. Ada saja saja hal yang gagal dilakukan oleh manusia.

Contoh kongkrit pada anak-anak adalah saat ia membantu kedua orangtua melakukan pekerjaan, ada saja kesalahan yang mungkin mereka lakukan atau saat menghafal do’a-do’a, menghafal al Qur’an tapi mereka gagal melakukannya, atau mungkin salah di saat mempraktekkan cara berwudhu atau shalat. Mungkin juga gagal meraih rengking 1 di sekolahnya atau gagal menyelesaikan PR nya. Ini semua contoh kegagalan anak dimana di saat seperti itu orangtua hadir memberi penguatan dan menjelaskan bahwa kegagalan adalah proses untuk berhasil. Kegagalan adalah pintu kesuksesan karena setelah kegelapan akan datang terang. Setelah malam itu pertanda pagi akan datang.

Peran orangtua dalam mendapingi anak sangat urgen dan tidak bisa dipandang sebelah mata. Kehadiran orantua sangat penting saat anak menghadapi kegagalan. Dukung mereka secara emosiaonal dan praktis. Bantu mereka bangkit dari kegagalan dengan menguatkan hati mereka memahami taqdir dan bantu mereka menyelesaikan pekerjaan mereka jika hal tersebut memungkinkan tanpa membuatnya bergantung kepada orangtua, namun yakin dengan kemampuan mereka dan hanya bergantung kepada Allah. Jadikan anak-anak menjadi tangguh menghadapi semua tantangan dalam hidup mereka.

_______

Bambang Abu Ubaidillah

Selesai tulisan ini ba’da Isya 16 Dzulhijjah 1446 / 10 Juni 2025  di Ponpes Bilal bin Robah – Madrasah Sunnah, Dusun Kappang, Desa Labuaja, Kec. Cenrana, Maros, Sulawesi Selatan. 

[1] Para ulama berbeda pendapat tentang makna  fitrah dalam hadits ini, namun pendapat yang paling terkenal mendefinisikan fitrah dengan Islam sebagaimana dikatakan oleh Ibn abd al Bar bahwa definisi tersebut ma’ruf di kalangan ulama terdahulu (lihat Fath al Bari: 3/248)

[2] Dikeluarkan oleh Bukhari nomor 1385 dan Muslim nomor 2658 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu

[3] Dikeluarkan oleh Muslim nomor 2664

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *