Sebuah pemandangan yang lumrah di kota-kota besar, di jalan-jalan kota, trotoar, pasar-pasar, bahkan masjid-masjid para pengemis dan gelandangan berkeliaran sambil menengadakan tangan meminta belas kasihan kepada orang-orang di sekelilingnya. Dengan muka iba dan memelas ia berkata: “sedekahnya bu !, sedekahnya pak !, biar seribu nggak apa-apa ?” itulah sekilas pemandangan yang ada di sekeliling kita.
Sebenarnya kasihan juga sih melihatnya, tapi lebih kasihan lagi kalau itu menjadi kebiasaan yang tidak bisa ditinggalkan, walau suatu hari nanti Allah memberi mereka kemampuan. Soalnya enak juga sih pekerjaan seperti itu. Tinggal angkat tangan, dapat deh.
Akhirnya kadang kita bingung mau dikasih atau tidak. Kalau tidak dikasih kasihan, tapi kalau dikasih khawatir mereka masuk dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang melarang seorang muslim meminta-minta. Kan lebih kasihan lagi jika mereka harus menanggung penderitaan di neraka dengan sebab mengemis. Apalagi kalau menjadikan pekerjaan mengemis sebagai alat untuk “ngeles” tidak shalat dan beramal shalih.
Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan tidak ada sekerat daging pun di wajahnya.” (Muttafaq ‘Alaih).
Coba lihat haditsnya ! ngeri kan ? Orang itu akan dating pada hari kiamat tanpa daging.
Itulah yang kadang bikin orang merasa bingung mau dikasih atau tidak. Kadang mereka juga melakukan tindakan yang bahaya dengan berkeliaran di sekitar mobil dan motor yang lagi berhenti di lampu merah. Bahaya untuk mereka dan mengganggu para pengendara. Makanya pemerintah biasa mensweeping mereka untuk dibina dan diberi pengarahan. Semoga Allah membantu pemerintah kita untuk membimbing mereka.
Mengemis Sebagai Profesi
Sebenarnya jika kita butuh lalu meminta bantuan kepada orang lain untuk membantu kita, itu tidak ada masalah. Tapi masalahnya jika mengemis dijadikan profesi dan pencaharian, padahal masih ia mampu bekerja dengan tangan sendiri.
Meminta-minta atau mengemis haram dijadikan sebagai pekerjaan dengan tujuan mendapat kekayaan. Bukan karena terpaksa atau terdesak kebutuhan. dan orang seperti itu memang ada dan berkeliaran di sekeliling kita. Disebutkan dalam sebuah hadits,
“Barangsiapa meminta-minta harta orang untuk memperkaya diri, maka hakekatnya ia hanyalah meminta bara api. Oleh karenanya, silahkan meminta sedikit atau banyak.” (HR. Muslim)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga menyebutkan
“Barang siapa yang meminta-minta sementara ia memiliki sesuatu yang mencukupinya, maka sesungguhnya ia memperbanyak api Neraka.”
Berkata An Nufailiy pada hadits yang lain;
“Bara Neraka Jahannam”. Kemudian para sahabat berkata;
“Wahai Rasulullah, apa yang mencukupinya?
An Nufailiy berkata pada hadits yang lain,
“Apakah kecukupan yang menjadikan ia tidak layak untuk meminta-minta? – Beliau bersabda:
“Seukuran sesuatu yang dapat memberinya makan siang dan malam.”
An Nufailiy berkata pada hadits yang lain,
“Dimana ia bisa kenyang satu hari satu malam, atau satu malam dan satu hari” (HR. Abu Dawud nomor 1629)
Hadits ini menerangkan kepada kita untuk tidak meminta-minta jika kita sudah diberi kemampuan oleh Allah untuk memenuhi kebutuhan kita untuk sehari semalam. Ini dalam rangka menjaga kehormatan kita sebagai manusia dan khususnya sebgai seorang muslim umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Kasihan kan mereka mengemis tapi sabda Rasulullah menyamakan mereka seperti sedang memperbanyak api neraka. Semakin mereka mengemis, maka semakin banyak api neraka yang mereka kumpulkan.
Semoga tulisan ini sedikit mengobati saudara-saudara yang menjadikan mengemis sebagai profesinya. Berusahalah untuk mandiri dan jangan bergantung kepada orang lain. Mintalah kepada Allah kekuatan dan jalan keluar dan mendekatlah kepada Nya dengan cara beribadah kepadaNya. Karena Allah ta’ala tak akan membebani hambaNya diluar kemampuannya. Semoga Allah memudahkan urusan anda dan terhindar dari sifat suka meminta-minta.
Selesai catatan kecil ini pada siang, 14 Syawal 1439 atau 28 Juni 2018.
Bambang Abu Ubaidillah al Atsariy